– Pada zaman dahulu kala tersebutlah seorang raja yang berjulukan Datu Pejanggiq. Raja ini terkenal sangat berani, bertampang gagah dan juga amat sakti. Ia berkulit putih kuning, populer adil dan bijaksana. Ia juga sangat populer dengan kesaktiannya alasannya yaitu mempunyai suatu benda keramat yang berjulukan Gumala Hikmat. Di samping itu Datu pejanggiq amat gemar memikat kerata, yaitu sejenis ayarn hutan yang mempunyai bunyi yang amat nyaring.
Datu Pejanggiq, mempunyai seorang permaisuri, yang berjulukan Puteri Mas Dewi Kencana. Puteri itu yaitu seorang puteri jelita dari Raja Kentawang. Dari permaisuri itu ia memperoleh seorang putra. Sifat dan sikap dan sepertinya sarna dengan’- Datu Pejanggiq, sehingga ia pun sangat dikasihi oleh masyarakat, di sarnping oleh ayahanda dan ibunya sendiri.
Pada suatu ketika Datu Pejanggiq berangkat ke hutan Lengkukun ‘untuk “menangkap burung kerata. Ia diiring oleh patih Batu Bangka. Tiba-tiba hujan pun turun dengan lebatnyadisertai sabungan kilat dan sambaran petir. Datu Pejanggiq hanya bernaung di bawah sebatang pohon. Pakaiannya menjadi berair kuyup dan mereka pun menggigil kedinginan. Dengan keadaan yang demikian Datu Pejanggiq menyuruh Demung Batubangka untuk melihat keadaan sekitar, kalau-kalau di temp at itu ada rumah tempat berteduh.
Demung Batubangka berangkat meneliti tempat sekitarnya. Dan akhimya di suatu tempat yang tidak jauh ia menemukan sebuah gubuk berpenghuni dan dijaga oleh seorang lelaki jabut. Ia pun segera melaporkan kepada Datu Pejanggiq bahwa tidak jauh dari tempat berteduh itu terdapat sebuah rumah yang dijaga oleh lelaki jabut. Datu Pejanggiq menyuruh Batu Bangka meminta ijin untuk berteduh. Dengan segala keikhlasan lelaki jabut itu mempersilakan mereka, lebih-lebih sesudah diketahui yang’berteduh itu yaitu Datu Pejanggiq yang memang populer dimana-mana: Setelah mendengar kesediaan lelaki jabut itu untuk menerimanya, Datu Pejanggiq berangkat diiringi oleh Demung Batubangka dengan pakaian yang berair kuyupp.Setiba di rumah ltu lelaki jabut itu pun mendapatkan dengan segala kehormatan
Tak usang kemudian hujan pun reda, angin masih berembus dengan keras. Dan hembusan angin itu telah membantu mempercepatkeringnya pakaian Datu Pejanggiq. Tiba-tiba ketika mereka sedang duduk bertiga Datu Pejanggiq melihat seberkas sinar yang gemerlapan. Sinar itu tiba dari barat daya. Cahaya apa gerangan yang gemerlapan itu. terlintas dalam hati Datu Pejanggiq, bahwa rumah tempat mereka berada itu bukanlah rumah sembarang orang.
Memang pemilik rumah itu yaitu searang raja jin yang mempunyai seorang putri bagus rupawan. Ketika itu’ ia sedang mandi di suatu telaga dalam taman, diiringi oleh dayang-dayang dan inang pengasuhnya. Cahaya yang gemerlapan yang terlihat oleh Datu Pejanggiq yaitu cahaya yang tiba dari putri jin itu alasannya yaitu letak telaga itu searah dengan arah duduk Datu Pejanggiq. Pada ketika itu Sang Putri pun mencicipi hal yang sama. Terasa olehnya suatu cahaya tiba dari arah tenggara. Karena itu putri jin itu segera berhenti mandi dan berkemas pulang. Setiba di rumah pandangannya bertemu dengan pandangan Datu Pejanggiq yang menjadikan keduanya jatuh pingsan.
Melihat insiden yang serba tiba-tiba ini lelaki jabut itu pun tak bisa berbuat apa kecuali mundar-mandir tak tentu tujuan. Begitu juga Demung Batubangka sangat gelisah melihat insiden luar biasa ini. Namun ia tidak kehilangan akal. Ia berusaha membuat supaya Datu Pejanggiq sadar dari pingsannya dengan jalan memercikkan air pada mukanya. Setelah Datu Pejanggiq sadar kemudian lelaki itu pun berbuat sarna kepada putrinya. Setelah keduanya sadar, keduanya kembali bertatapan mata. Datu Pejanggiq segera menghampiri putri dan berkata:
“Duhai gadis jelita, sungguh pertemuan yang tak diduga ini telah menciptakan diriku tak bisa berbuat sesuatu, kecuali untuk menyerahkan diri pada dirimu. Dapat kiranya kamu menerimaku sebagai suami.”
Demikianlah kata Datu Pejanggiq seraya ingin membelai badan putri jin itu. Tetapi putri itu menolak dengan sapan santun sambil berkata:
“Wahai perjaka tampan, daku berharap supaya tuan sadar dan sabar dahulu. “Daku belum tahu niscaya siapa gerangan tuan ini, dari mana tuan datang, hendak ke mana, dan siapa gerangan nama tuan jelaskan semua itu kepadaku.”
Mendengar itu sadarlah Datu Pejanggiq bahwa dirinya telah hampir bertindak ceroboh.
“Kiranya tata caraku kurang berkenan di hatimu, hendaklah dimaafkan. Tetapi yakinlah bahwa tindakan itu semata-mata terdorong oleh suatu perasaan yang sulit diIukiskan. Aku telah jatuh hati kepadamu. Karena itu satu permintaanku kepadamu, yaitu bersediakah hendaknya kamu berumah tangga denganku.”
Saat itu kembali Datu Pejanggiq kehilangan keseimbangan. tangannya terangkat untuk membelai sang putri. Tetapi dengan impulsif namun penuh hormat, belaian itu dielakkan.
“Tuan muda yang tampan. Kuharap jangan tuan berlaku meliwati batas. Keinginan tuan tentu saja akan saya pikirkan, asalkan tuan katakan dulu siapa tuan, dari mana dan hendak ke mana.”
Karena itu Datu Pejanggiq berceritera panjang lebar wacana dirinya, asal-usulnya serta tujuannya, sampai terdampar di rumah itu. Sebagaimana halnya Datu Pejanggiq, sang putri pun semenjak pandangan pertama telah dihinggapi perasaan gila dan simpati serta cinta kepada Datu Pejanggiq. Tetapi ia bisa mengendaIikan perasaannya sendiri.
Demikianlah sesudah Datu Pejanggiq cukup usang membujuk dan merayunya, sang putri pun bersedia untuk diperistri oleh Datu Pejanggiq dengan satu syarat. Dengan disaksikan oleh Demung Batubangka dan ayahnya putri jin itu mengajukan syarat, hendaknya Datu Pejanggiq bisa menjadikan Hutan Lengkukun itu menjadi suatu kerajaan tanah yang subur, berpenduduk cukup dan sehat dengan sebuah istana yang lengkap dengan perabotnya.
Setelah mendengar syarat yang diajukan oleh putri jin itu, maka Datu Pejanggiq pun menyanggupi kemudian minta diri dan pribadi menuju ke suatu temp at yang berjulukan Tibu Mong.
Dengan terang terlihat oleh Demung Batubangka, bahwa apa yang dikehendaki aleh putri jin itu telah terjadi. Ia melihat sebuah kerajaan yang aman, makmur, lengkap dengan rakyat serta istananya, telah bangun di hutan Lengkukun.
Segera sesudah impian Datu Pejanggiq menjadi kenyataan, maka ia pun menuju kembali menemui putri jin itu dan kemudian melangsungkan perkawinan. Perkawinan itu menawarkan kebahagiaan kepada mereka. Mereka hidup dalam suasana kasih mengasihi. Tiada berapa usang antaranya putri jin itu pun hamil. Tetapi setelah. kandungan. berumur tiga bulan Datu Pejanggiq merasa perlu untuk, kembali kekerajaan yang usang ditinggalkannya. Putri jin itu pun tidak berkeberatan atas keheridak Datu Pejanggiq, alasannya yaitu sadar bahwa suaminya mempunyai kiprah lain yang lebih besar.
Demikianlah sebelum berpisah, Datu Pejanggiq meninggalkan pesan kepada putri jin itu.
“Kelak. bila kamu melahirkan seorang putra, berikanlah Leang dan cincin ini,” kata Datu Pejanggiq serta menawarkan kedua jenis benda itu kepada permaisurinya.
“Sebaliknya bila kelak kamu melahirkan seorang putri, maka wewenangmulah untuk menawarkan nama dan mengurusnya.” Setelah itu Datu Pejanggiq melangkahkan kaki, diikuti oleh doa restu dan ditemani sampai gerbang istana.
Demikianlah beberapa bulan kemudian, putri jin itu melahirkan seorang putra, yang amat tampan. Atas berkat Tuhan, putra itu sanggup berbicara semenjak dilahirkan. Karena itu putri jin itu segera menawarkan leang dan cincin proteksi Datu Pejanggiq kepada putranya.
Putra Datu Pejanggiq sungguh luar biasa. Berapa banyaknya hidangan yang disuguhkan, semua dilalap habis. Demikian pun ketika tam materi dihidangkan, disuguhkan berulang-ulang, semuanya disikat habis.
Melihat hal itu,’ Datu Pejanggiq merasa sangat malu. Karena itu denganr rahasia ia meninggalkan ruang pesta. Kemudian dengan melalui negeri Pejanggiq ia menuju ke UjungPandang. Di ujung Pandang ia menuju ke tempat salah seorang saudara kandungnya.Kepergian Datu Pejanggiq tak diketahui oleh ‘siapa pun juga. Setelah usang Datu Pejanggiq tak tampak barulah orang bertanya-tanya. Putranya pun menjadi gelisah kemudian minta diri untuk mencari ayahnya.
Datu Pejanggiq pergi ke suatu tempat yang berjulukan Kemaliq Toro. Di tempat itulah Datu Pejanggiq berdoa dengan doa Istikoq. Tiada berapa usang antaranya hujan pun turun selama tujuh hari tujuh malam. Di Kemaliq itu Datu Pejanggiq memerintahkan untuk meletakkan’ sebuah kerikil besar. Demikian jugalah yang dilakukan di Pakulan, sesudah doanya terkabul dan hujan turun dengan lebat selama tujuh hari tujuh malam.
Setelah kedua insiden itu Datu Pejanggiq berpesan, bila kelak terjadi flora padi rusak alasannya yaitu penyakit, hendaknyalah dicarikan air penawar di kedua tempat tadi. Atas karunia Tuhan tanaman akan baik kembali.
Demikianlah sesudah menawarkan tanda di Pakulan, Datu Pejanggiq pribadi menuju Seriwa, diikuti oleh empat puluh empat pengiring. Setiba di tempat itu Datu Pejanggiq berkata:
“Sekarang telah tiba saatnya kita akan berpisah. Janganlah kalian mencariku. Biarlah aku’ yang mencarimu.” Mendengar katakata itu segera pengiIing-pengiring itu menangis semuanya sambil menutup mata. Tiba-tiba sesudah tangis mereka reda dan mata mereka buka kembali, Datu Pejanggiq telah sirna. Mereka hanya menemukan bekas ujung tongkat Datu Pejanggiq yang mirip sumur. Setelah itu para pengiring yang beljumlah empat puluh empat orang itu kembali ke Pejanggiq dan memberikan isu wacana insiden yang dialami baik kepada keluarga Datu Pejanggiq maupun kepada rakyat kebanyakan. Demikianlah selanjutnya air sumur itu dipergunakan untuk mengobati banyak sekali jenis penyakit padi.
Tidak ada komentar