Ads

Ads
Menu
Hasil penelusuran untuk tanjung-puting-trip-menyusuri-sungai
Travel Agent Penyedia Info Wisata

Saya inget, dulu pernah punya harapan pengen kerja di WWF (World Wildlife Fund), National Geographic, atau organisasi-organisasi yang bekerjasama dengan alam, terutama dunia hewan! Menurut saya, dunia binatang itu sangat menarik. Ya meskipun ngga semua binatang saya suka ya, macem kecoak—which I hate them so much. Tapi mempelajari fauna merupakan hal yang menyenangkan buat saya. Dan dulu hobi banget yang namanya nonton program dokumenter hewan, kayak acaranya alm. Steve Irwin & om Rob Bredl. Kadang saya sampe mikir, Tuhan itu “ada-ada” aja ya idenya untuk membuat suatu makhluk. Masing-masing punya keunikannya sendiri!

Salah satu binatang favorit saya, lantaran memang sungguh cute dan adorable (just like me) adalah... OrangutanI mean, siapa sih yang ngga terenyuh melihat kelucuan tingkah polah mereka, serta kepolosan wajah bayi-bayi orangutan yang ngegemesin ituh? Unch.. Tapi jangan salah juga, orangutan di alam liar pun ada yang punya sifat “nakal” dan bernafsu lho!

Dan saya beruntung, beberapa waktu lalu, saya menerima kesempatan (dan juga rezeki alhamdulillah) untuk ketemu sama fauna menakjubkan ini. Bukan di kebun binatang, melainkan live di habitat aslinya, yakni di Taman Nasional Tanjung Puting!

So here where the story begins...




Kamis, 12 April 2018

Saya mendarat di Bandara IskandarPangkalan BunKalimantan Tengah, sekitar pukul 07.00 pagi sehabis 10 jam perjalanan darat dan udara dari Jember, Jawa Timur. Kota Pangkalan Bun ini merupakan gerbang masuk utama bagi mereka yang ingin berkunjung ke Taman Nasional Tanjung Puting. Untuk perjalanan kali ini, saya bergabung dengan open trip yang diadakan oleh Liborneo (@liborneo.travelguide). Menurut saya, jikalau mau ke Tanjung Puting (apalagi kita sendirian/grup kecil), emang lebih yummy ikut open trip sih.

Iskandar Airport

Sedikit cerita, Liborneo ini awalnya ialah sebuah coffee company/coffee shop yang didirikan oleh Yosa (@yosanipada). Liborneo sendiri merupakan abreviasi dari “Liberica Borneo”, dimana “Liberica” ialah satu jenis kopi khas Kalimantan yang dikembangkan oleh Yosa di coffee shop miliknya. Di final 2017, si Yosa dan sepupunya, Dion (@dionanggen), mencoba melebarkan sayap Liborneo di bidang travel dengan membuka open trip ke Taman Nasional Tanjung Puting. Nah, saya sendiri milih Liborneo karena selain harganya yang kompetitif, servis yang diberikan juga mumpuni (berdasarkan pengalaman temen saya). Dan yang uniknya, Liborneo bakal menyelipkan kisah-kisah per-kopi-an, dan juga menjamu para penerima dengan brewing kopi secara live di atas kapal/klotok selama perjalanan! Seru kan!

Balik ke cerita, saya dijemput sama Dion di bandara dan bergabung dengan 4 orang penerima lain asal Jakarta. Empat orang ini satu grup dari sebuah perusahaan swasta (kita sebut saja “geng corporate”). Kaprikornus total penerima “official” waktu ada 5 orang. Iya, saya sendirian! Hehe. Kami kemudian memulai perjalanan menuju Pelabuhan Kumai yang jaraknya sekitar 10km dari bandara. Nah, ada satu hal yang abnormal di Bandara Iskandar ini. Kita di sana ngga boleh naik mobil charteran pribadi dari bandara! Kaprikornus kita cuma boleh naik taksi bandara (yang warna biru)! Dan untuk “ngakalin” ini, waktu itu Dion ngebagi peserta. Ada yang naik mobil charter, sementara yang lain naik taksi. Tapi, naik taksinya cuman hingga depan gerbang bandara lho! Kaprikornus buat etok-etok aja gitu. Dan tahukah Anda bantu-membantu ongkos taksinya Rp70.000! Padahal jaraknya paling cuman 150-200 meter aja. Wew.

Kumai Port

Kumai Port

Singkat cerita, kami hingga di Pelabuhan Kumai, trus ketemu sama Bang Faisal (@spectrum_borneo), guide kami selama di Tanjung Puting ini. Ngga usang sehabis itu, si Yosa nyusul tiba bareng satu temennya (yang mana ini penerima selundupan :D) si Adit (@aditacuply). Jadi, di satu klotok kita itu berisi 12 orang (8 peserta, 1 guide, & 3 kru klotok). Menjelang tengah hari, klotok kami pun meninggalkan dermaga dan memulai perjalanan menyusuri Sungai KumaiFor information, Sungai Kumai ini bermuara di Laut Jawa, yang mana merupakan pintu keluar masuk kapal dari/ke Surabaya & Semarang.

Bang Faisal, the guy in safari

Boats at Kumai Port

Boats at Kumai Port
Nggak usang kemudian, kita akan menemukan sebuah patung orangutan raksasa! Di sana, klotok kita akan berbelok dari Sungai Kumai, menuju Sungai Sekonyer. Dan petualangan kita di Tanjung Puting pun officially started!

"Gate" to the Sekonyer River

Orangutan statue

Hari itu ialah kali pertama saya menginjakkan kaki di Kalimantan! Dan pribadi masuk ke dalam jantung hutannya! How cool.

Cruising the Sekonyer River

Cruising the Sekonyer River

Perlahan, klotok kami membelah ajaran Sungai Sekonyer. Di kanan-kiri, berjajar pohon-pohon Nipah (sejenis palem-paleman) yang sesekali diselingi pohon & tanaman lain (yang saya ngga ngerti namanya). Dan meskipun air sungainya berwarna kecoklatan, tapi tetap tidak mengurangi keindahan pemandangan di sana lho pemirsa.

Cruising the Sekonyer River

Tapi ada satu hal yang paling saya ngga besar lengan berkuasa di sana. Panasnya itu lho! MasyaAllah, saya belum pernah mencicipi panas sepanas itu (?) Tapi bukan panas matahari yang menyengat kulit gitu ya, secara kan kita di bawah atap klotok. Tapi lebih ke panas sumuk alias gerah. Hal ini disebabkan oleh tingkat kelembaban yang super tinggi, dan ditambah mau turun hujan juga kayaknya. Oksigennya jadi kayak tipis gitu, jadi susah buat menghirup udara segar. Saya merasa seakan semua daya kehidupan saya disedot keluar. Mana belom mandi dari pagi. Udah lepek ngga karuan.

Anyway, tujuan kami hari itu adalah Camp Tanjung Harapan, salah satu lokasi feeding/pemberian makan para orangutan. Perjalanan kesana tidak mengecewakan jauh ya dari pintu masuk Sungai Sekonyer. Sekitar sejam atau dua jam-an lah. Ketika kami hingga di Tanjung Harapan, tak usang kemudian hujan deras pun turun membasahi bumi. Kami terpaksa nunggu hujan reda untuk trekking menuju lokasi feeding. Tapi meskipun hujan, udara sekitar juga masih terasa gerah, bahkan hingga hujannya selesai.

Camp Tanjung Harapan

Camp Tanjung Harapan

Raining

Raining

Kami kemudian memulai trekking ke tempat feeding. Sekitar 1 km jauhnya. Saya agak nyesel juga pake sendal jepit, lantaran ternyata medannya cukup licin, bechek, dan dipenuhi makhluk-makhluk kecil penghuni hutan, macem semut api, nyamuk, & pacet/lintah. Kaprikornus sebaiknya jikalau mau ke sini harus pakai outfit dan ganjal kaki yang protektif. Jangan lupa juga untuk memakai penolak nyamuk/bug repellent untuk melindungi diri dari gigitan serangga.

Briefing before trekking

Kami pun hingga di lokasi feeding dan di sana sudah cukup ramai pengunjung. Mayoritas bule sih ya. Lucu juga ngeliat gimana mereka kepanasan terkena udara negara tropis. Thanks for visiting our country btw! ☺️ Nah, di lokasi feeding itu ada semacam panggung dari kayu, dan di atasnya terhampar tumpukan pisang. And.... finally, pemandangan yang saya tunggu-tunggu semenjak dulu terlihat juga!

Orangutan, live, di habitatnya!

ORANGUTAN!

Speechless lah. It’s like a dream come true!

Aww so cute!

Waktu itu ada satu ekor orangutan dengan ukuran cukup besar, namanya Faldo, yang sedang asyik menyantap pisang. Dia tampak sendirian saja menikmati tumpukan masakan itu. Ternyata, usut punya usut, beliau ialah salah satu jantan dominan. Kaprikornus orangutan yang lain agak takut mau nimbrung makan. Di pepohonan di atas Faldo sebenernya ada orangutan lain yang mau makan, bahkan ada satu ekor yang sambil gendong anak, tapi mereka kayak takut-takut gitu mau turun. Akhirnya mereka cuman sanggup curi-curi kesempatan buat ngambil pisangnya.

Faldo, the big guy below

Lama-lama si Faldo ini ngeselin juga. Dia udah ngga makan pisang-pisangnya, tapi ngga mau pergi dari “panggung”. Dia nongkrong aja disitu. Sesekali ngangkat tangan, garuk ketek, angkat kaki, & berpose. Lucu sih, tapi kesian juga sama orangutan yang lain.

Faldo in act!

Faldo in act!

Kami meninggalkan lokasi feeding sekitar pukul 16.00 dan ngga usang kemudian, pas kami lagi trekking balik ke klotok, hujan kembali turun dengan derasnya. Baju yang kami pakai pun berair kuyup. Kita juga harus ekstra hati-hati jalannya karena treknya tambah licin dan tambah bechek. But that was fun tho!

Feeding time limit

Mind your step!

Sore harinya, klotok kami berjalan kembali menyusuri Sungai Sekonyer dan berhenti di sebuah spot dimana ada banyak Bekantan (Nasalis larvatus) bertengger di pucuk-pucuk pohon. Itu ialah salah satu pemandangan yang ngga kalah menakjubkan! Biasanya cuman sanggup lihat Bekantan di kebun binatang, atau bentuk boneka maskotnya di Dufan (Dunia Fantasi). Tapi kali itu, kami sanggup menyaksikannya pribadi di alam liar! That was amazing.

Bekantan/Proboscis Monkey (Nasalis larvatus)

Menjelang malam, klotok kami bersandar di dermaga Desa Sungai Sekonyer. Sebuah desa kecil di ajaran Sungai Sekonyer, yang memang sering dipakai klotok-klotok untuk bermalam, dan jikalau ada yang mau beli-beli sesuatu di desa ini juga bisa. Ada penginapannya juga di sana.

Sambil menunggu kantuk datang, saya, Dion, Yosa, & Adit menghabiskan waktu dengan ngobrol, bercanda ngga jelas, & nyanyi-nyanyi sambil gitaran. Sementara si geng corporate was doing their own thing.

Malam itu, untuk pertama kalinya saya tidur di atas klotok. Di tengah hutan Kalimantan. Ditemani aneka macam jenis serangga yang terbang kesana-kemari. That was a cool experience! Apalagi langit Tanjung Puting malam itu higienis dari awan, sehingga bintang-bintang bersinar dengan terangnya. Sesekali, kunang-kunang pun terbang di sekitar kami, dengan cahayanya yang redup.

Sungguh sebuah pengalaman yang menenangkan jiwa...

G'nite

Keesokan harinya, kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi feeding berikutnya yakni Pondok Tanggui & Camp Leakey. Dan juga, kami akan menelusuri sebuah ajaran sungai yang populer dengan airnya yang berwarna hitam pekat! Bak gelapnya malam....


Sumber http://ferydyan.blogspot.com

Saya inget, dulu pernah punya harapan pengen kerja di  WWF  ( World Wildlife Fund ),  National Geographic , atau organisasi-organisasi yang...
Ha Njo Dolan Kamis, 19 April 2018
Travel Agent Penyedia Info Wisata

Jumat, 13 April 2018


Hari kedua di Taman Nasional Tanjung Puting. Pagi itu kami disambut dengan bunyi Owa-owa, burung, serta serangga yang bersahut-sahutan. Menyadarkan kembali bahwa saya sedang berada di tengah rimba Kalimantan.

Saya sempat berjalan-jalan di sekitar Desa Sungai Sekonyer—tempat kami menginap—dan ternyata kondisinya ya sama menyerupai desa-desa pada umumnya. Saya pikir alasannya yaitu letaknya di tengah hutan, akan menjadikannya agak “wild” dengan rumah-rumah dari kayu dan beratap daun gitu. Ternyata enggak juga. Di sana bangunannya udah semi modern, meskipun sederhana. Ada masjid, perpustakaan, toko-toko, juga motor yang berlalu-lalang. It was a nice walk tho.




Sekitar pukul 08.00/09.00, klotok kami angkat sauh dan beranjak menuju lokasi feeding kedua, yakni Camp Pondok Tanggui.

Cruising Sekonyer River Day 2

Pemandangan indah di sepanjang Sungai Sekonyer masih menjadi “penghibur” kami di tengah panasnya cuaca hari itu. Saya berharap dapat melihat hewan-hewan liar lebih banyak lagi. Tapi ternyata ngga semudah itu mereka menampakkan diri. Sekali waktu ada seekor burung dengan bulu indah berwarna biru melintas di depan klotok kami. Kata Bang Faisal, itu burung jenis Kingfisher. Mereka memang sering mencari makan (berupa ikan) di sekitar sungai.

Cruising Sekonyer River Day 2

Kami juga sempat melewati pintu masuk Rimba Ecolodge. Salah satu penginapan ternama yang ada di Tanjung Puting ini. For your info, di daerah ini juga artis Hollywood Julia Roberts pernah menginap ketika menciptakan sebuah film dokumenter. Kalau mau nginep di sini dapat banget sih. Ada kok paket trip yang sekalian stay di sini. Tapi harganya tentu lebih melanbung jauh terbang tinggi yha

Rimba Ecolodge

Sekitar satu jam mengarungi sungai, kami pun tiba di Camp Pondok Tanggui. Untuk hingga ke lokasi feeding-nya, kita mesti jalan agak jauh (lebih jauh dari Camp Tanjung Harapan). Sebenernya, kata Bang Faisal, susukan dan keluar di Pondok Tanggui ini dibedakan (kayak muter gitu). Makara semacam one way. Tapi berhubung waktu itu ada pohon tumbang, kami jadi lewat satu jalur yang sama.

Briefing at Pondok Tanggui

Pondok Tanggui Track

Pas hingga di daerah feeding, ternyata di sana udah banyak orang. Dan lagi-lagi mayoritas bule. Namun, belum ada satu orangutan pun yang hadir di “panggung” feeding-nya. Para ranger juga masih sibuk teriak-teriak ala-ala tarzan gitu buat manggil orangutannya.

Waiting...

Berjam-jam kami nunggu, tapi ngga dateng-dateng juga orangutannya. Beberapa pengunjung ada yang “menyerah” dan pergi meninggalkan lokasi feeding. Hal kayak gini sebenernya wajar-wajar saja terjadi. Mungkin bagi kita (para turis), agak kecewa ya ngga dapat nonton orangutannya. Tapi sebenernya, ini dapat jadi menunjukan baik dari segi ekosistemnya. Dengan tidak hadirnya orangutan di daerah feeding, dapat menandakan bahwa cadangan makanan di hutan masih cukup tersedia. Atau dapat juga mengindikasikan bahwa orangutan-orangutan tersebut sudah tidak bergantung lagi pada “bantuan” manusia.

Dan akhirnya, kami pun “menyerah” juga dan pergi meninggalkan Camp Pondok Tanggui. But that’s okay for me. Namanya lagi di alam liar, expect the unexpected kan.

Move On

Tujuan kami berikutnya—sekaligus yang terakhir— yaitu Camp Leakey. And I was sooo excited! alasannya yaitu dalam perjalanan menuju Camp Leakey ini, kita akan melewati salah satu daerah yang iconic dari Tanjung Puting, yakni sungai berair hitam!

Perjalanan menuju Camp Leakey memakan waktu sekitar satu jam. Dan kita bakalan tau jikalau udah deket lokasinya, ketika kita hingga di percabangan sungai, dan air sungai yang berwarna coklat akan bertransisi menjadi hitam! Like, literally hitam. Cool!

Color change!

Btw air hitam di sungai ini bukan alasannya yaitu terkotori lho. Tapi alasannya yaitu dampak lahan gambut di sekitar. Dan malah air di sini terbilang bersih. Beda dengan air sungai yang berwarna coklat sebelumnya.

Entah kenapa suasananya tiba-tiba berubah jadi makin dingin, sunyi, dan sedikit... misterius. Lebar sungai makin mengecil. Dan kayaknya hutan-hutannya juga tambah rapat, makin dense. Sebagian permukaan sungai juga tertutup tumbuh-tumbuhan.

Namun dibalik ke-eksotisan pemandangannya, sungai hitam ini merupakan “rumah” dari Buaya Muara (Crocodilus porosus) dan Buaya Sinyulong/Supit (Tomistoma schlegeli)! Kata Bang Faisal ada yang panjangnya mencapai 6 meter dengan badan hitam dan punggung berlumut. Heuheu! Dulu pernah ada kejadian turis meninggal gara-gara diserang buaya pas ia lagi berenang di suangi hitam ini. Jadi, rekan-rekan sekalian yang punya impian main-main air apalagi nyebur di sini, diurungkan saja ya.

Camp Leakey

Camp Leakey

Sesampainya di Camp Leakey, kita akan mengunjungi dulu information center. Di sini, kita ngisi buku tamu dan dapat baca-baca banyak sekali macam informasi perihal orangutan dan TN Tanjung Puting.
Satu hal yang menarik saya yaitu dongeng mengenai Tom, orangutan yang dulu merupakan jantan lebih banyak didominasi di Tanjung Puting ini. Pas saya baca-baca artikel, nama Tom kerap muncul sebagai highlight. Dia juga pernah jadi model sampul majalah National Geographic. Namun sayang, Tom telah menghilang selama berbulan-bulan or years (lupa mulai kapan). Kabarnya ia kalah tarung dengan pejantan lain, sehingga ia meninggalkan wilayah kekuasaannya dan pergi ke sisi lain hutan dan tak pernah kembali. What a though life!

Information Centre

Tom

Dari information center, perjalanan menuju lokasi feeding masih cukup jauh. Sekitar sejam-an jalan kaki. By the time we get there, baju dan badan ini sudah lembap bermandi keringat. Tapi semua terbayar ketika orangutan-orangutan mulai berdatangan dan memakan pisang-pisang yang sudah disediakan. So cute!

Camp Leakey Track

Camp Leakey Track


Feeding location

Feeding location

Ada banyak sih yang tiba dan pergi waktu itu. Tapi yang paling memorable, pas kita semua lagi fokus nonton ke “panggung”, tiba-tiba salah seorang ranger ngasih tau jikalau ada orangutan di belakang kita! Omg.


Meet Yuni!
Namanya Yuni, salah satu betina lebih banyak didominasi di sini. Dan ia lagi bawa bayi. Unch so cute! Para ranger pun menyuruh kami minggir dan ngasih jalan buat Yuni. Dan itu yaitu pengalaman yang exciting sekali untuk dapat sedeket itu sama orangutan liar! Wew.

Kami pun duduk kembali dan melanjutkan menikmati tingkah contoh orangutan (terutama yang bayi-bayi) yang memang sangat adorable. Namun tidak usang kemudian, kami dikejutkan lagi dengan kedatangan orangutan lain dari belakang (lagi), dan kali ini berjulukan Akhmad. Salah satu orangutan betina tertua di sini. Omg. Dua kali dapat sedeket itu sama orangutan, like, cuman berjarak 1-2 meter! Wagelaseh!

Meet Akhmad!

Sekitar 30 menit sebelum jam feeding berakhir, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya sehingga menciptakan semua pengunjung harus undur diri dari Camp Leakey. Mana jarak ke pintu keluarnya jauh amat ya alhasil lembap lah seluruh pakaian ini. But it was fun. Seriously! Gimana lagi cara terbaik menjelajahi hutan hujan, selain menikmati keindahan hutan beserta “hujan”-nya! Yakhaan...

Crew Para Petualang Cantik Trans7

Camp Leakey menjadi camp terakhir yang kami kunjungi dalam perjalanan ini. Sore hari itu, kami eksklusif bertolak kembali menuju Pelabuan Kumai.

Seeya again

So long, my orangutan friends!

Tapi jangan sedih, ada satu lagi “keajaiban” Tanjung Puting yang masih dapat kita saksikan! Dan keajaiban ini hanya dapat kita temui ketika malam tiba. Saat kelotok kita hingga di area hutan nipah. Di sini, kita akan disuguhi pemandangan ratusan bahkan ribuan kunang-kunang yang berkerlap-kerlip manja di antara pepohonan Nipah!

Itu yaitu salah satu pengalaman paling istimewa yang pernah saya lihat! Udah kayak lampu-lampu hias di pohon Natal. Namun sayang, pemandangan spektakuler itu ngga dapat direkam dalam bentuk foto maupun video. Entah apa kita yang waktu itu ngga punya cukup skill atau alat yang memadai, or else. Tapi memang, terkadang sesuatu yang indah itu cuman dapat dinikmati, tanpa dapat didokumentasi. Kalau mau lihat, ya harus kesini langsung! Hehe...

Seeya Tanjung Puting

Jadi, demikian dongeng saya selama 2 hari 1 malam menjelajahi Taman Nasional Tanjung Puting. Seperti yang saya bilang, it was like a dream come true! Untuk dapat pergi sejenak meninggalkan ke-riweuh-an pekerjaan, kemudian mblusuk ke hutan, ngeliat orangutan secara live, hmm... benar-benar pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup. Dan supaya suatu hari nanti, dapat kembali ke daerah ini.

Sekian. Terima Kasih

Ada yang udah pernah ke Tanjung Puting? Share your story below.

        
Previous Episode...


NaraHubung:
Liborneo Travelguide
Telp./WA: 082230580313 (Dion)
IG: @liborneo.travelguide



Thanks-List:
Liborneo, for the amazing experience
YOU, for reading this! :)

Sumber http://ferydyan.blogspot.com

Jumat, 13 April 2018 Hari kedua di Taman Nasional Tanjung Puting. Pagi itu kami disambut dengan bunyi Owa-owa, burung, serta serangga ya...
Ha Njo Dolan Minggu, 29 April 2018