Setelah menanti selama kurang lebih ENAM bulan, alhasil perjalanan ini terwujud juga! Tiket sudah terbeli semenjak November 2016 (hasil bujuk rayu mba @irish.kusuma), kemudian dibela-belain bikin paspor dan ke luar negeri DEMI harga yang lebih murah. Dan sesudah bikin itinerary yang tak kunjung rampung, alhamdulillah, kami dapat merealisasikan trip ini.
Kamis, 11 Mei 2017. Saya berencana berangkat dari rumah (Probolinggo) selepas Dhuhur. Namun, kerana masih malas dan cuaca di luar begitu panas, alhasil aku mundurin jadi habis Ashar. Pada akhirnya, aku gres keluar rumah pukul 16.00 dan bus aku gres berangkat ke Surabaya pukul 17.00. Hmm. Di situlah aku mulai deg-degan dan ngga dapat tenang. Kadang aku berpikir, kenapa hidup aku selalu ibarat ini? (red: hampir ketinggalan pesawat/alat tranportasi lainnya)
Pesawat aku menuju Kuala Lumpur, Malaysia, dijadwalkan lepas landas pukul 21.10. Dan konter check-in ditutup satu jam sebelum take off. Jadi, aku harus hingga di bandara maksimal pukul 20.00.
Singkat cerita—setelah agak kzl kerana om supir bus-nya lelet, aku tiba di Terminal Bungurasih sekitar pukul 19.00. Saya pun bergegas membuka aplikasi GoJek dan mencari pengemudi terdekat. Langsung nyantol sih, tapi kok yha datengnya usang banget. Saya gres meninggalkan terminal sekitar pukul 19.30. Dan selama perboncengan itu, aku tak henti-hentinya berdoa: Ya Allah YME berkatilah hamba biar supaya tidak kehilangan penerbangan yang amat penting ini. Amin...
Singkat cerita—setelah agak kzl kerana om supir bus-nya lelet, aku tiba di Terminal Bungurasih sekitar pukul 19.00. Saya pun bergegas membuka aplikasi GoJek dan mencari pengemudi terdekat. Langsung nyantol sih, tapi kok yha datengnya usang banget. Saya gres meninggalkan terminal sekitar pukul 19.30. Dan selama perboncengan itu, aku tak henti-hentinya berdoa: Ya Allah YME berkatilah hamba biar supaya tidak kehilangan penerbangan yang amat penting ini. Amin...
Pukul 20.00 kurang (entah berapa), aku hingga di Terminal 2 Juanda dan pribadi lari-larian laiknya akseptor Amazing Race ke mesin scanner, kemudian ke konter check-in AirAsia. Alhamdulillah, ternyata belum terlambat. Fyuh. Mas-mas konternya nyuruh aku santai aja, dan pribadi ke ruang tunggu lantaran aku udah pegang boarding pass (hasil online check-in—yang ternyata menghemat waktu banget). Saya juga ngga masukin barang ke bagasi lantaran mahal males nunggu.
Sebelum ke ruang tunggu, aku harus ngelewatin dulu petugas imigrasi—yang bikin deg-degan juga ya. Maklum, pertama kali ke luar negerih, sendirian pula (padahal transit doang). Si bapak imigrasi nanya berapa usang aku di KL, dan dia nampak heran ketika aku bilang jikalau cuman mau transit dan tujuan aku sebenernya mau ke Aceh, wkwk.. Semua demi tiket murah, pak. Harap maklum. And there I go. My first flight abroad! Soo excited (and scared XD)...
Sebelum ke ruang tunggu, aku harus ngelewatin dulu petugas imigrasi—yang bikin deg-degan juga ya. Maklum, pertama kali ke luar negerih, sendirian pula (padahal transit doang). Si bapak imigrasi nanya berapa usang aku di KL, dan dia nampak heran ketika aku bilang jikalau cuman mau transit dan tujuan aku sebenernya mau ke Aceh, wkwk.. Semua demi tiket murah, pak. Harap maklum. And there I go. My first flight abroad! Soo excited (and scared XD)...
Jumat, 12 Mei 2017. Saya tiba di Kuala Lumpur International Airport (KLIA2) sekitar pukul 00.40. Beda sejam-an sama WIB. Saya kemudian ngikutin penumpang lain jalan ke bab imigrasi. Begitu di depan petugasnya, agak deg-degan juga ya. Mana si bapaknya keliatan serem. Apalagi sebelum aku tadi ada gerombolan chinese yang keliatannya bermasalah visa-nya, hingga disuruh minggir dulu. Wew. Akhirnya tiba juga giliran saya. Si bapak kemudian ngecek paspor, kemudian nyuruh aku naruh dua telunjuk di atas scanner. Saya juga disuruh menatap ke kamera pengawas di konter tersebut. Setelah selesai semua prosedur, si bapak mengembalikan paspor aku yang udah dikasih cap visa. Yey, ma first stamp!
Saya kemudian jalan keluar dan ketemu sama travelmate saya kali itu, mba Riris (@irish.kusuma). After all of this time, alhasil yah dapat jalan bareng sist. Apalagi sebelumnya gagal ketika “peristiwa Makassar”—yang bikin kzl, haha.. Kami berdua kemudian jalan keliling bandara.
Waw... Saya—yang dari kampung ini—ngeliat KLIA2 itu guede dan bagus banget yha. Udah kaya mall aja. Kami keliling cari makan, tapi sayang udah banyak yang tutup. Padahal pengen banget nyobain resto Subway yang femes itu. Toko-toko buah tangan juga pada tutup (alhamdulillah jadi ada alasan buat ngga beli oleh2). Terus mau nyoba bangku pijet, tapi fail. Mau online check in buat penerbangan ke Aceh, tapi mesinnya pada rusak. Hmm.. Akhirnya kami bobok sahaja di surau bandara.
Waw... Saya—yang dari kampung ini—ngeliat KLIA2 itu guede dan bagus banget yha. Udah kaya mall aja. Kami keliling cari makan, tapi sayang udah banyak yang tutup. Padahal pengen banget nyobain resto Subway yang femes itu. Toko-toko buah tangan juga pada tutup (alhamdulillah jadi ada alasan buat ngga beli oleh2). Terus mau nyoba bangku pijet, tapi fail. Mau online check in buat penerbangan ke Aceh, tapi mesinnya pada rusak. Hmm.. Akhirnya kami bobok sahaja di surau bandara.
w/ big sister (monmaap ngeblur)
Sekitar pukul 05.00, kami berdiri dan siap-siap check-in flight ke Banda Aceh. Pas di depan pintu Perlepasan Antarabangsa (international departure), yha ampun, ada mbak-mbak AirAsia yang mukanya jutek lagi ngecek-ngecek penumpang. Wew. Kami berhenti sejenak lantaran khawatir dengan barang bawaan kami mba Riris yang bejibun (pasti lebih dari 7 kilo). Namun, alhamdulillah, berkat upaya menyusup pada rombongan buk-ibuk umroh, kami dapat lolos dengan selamat.
Kami alhasil lepas landas menuju Banda Aceh sekitar pukul 07.35.
Kami alhasil lepas landas menuju Banda Aceh sekitar pukul 07.35.
Oiya, btw selama di KLIA2 itu, aku sama mba Riris ketemu sama rombongan chinese yang super brisik bin annoying (no offense ya, lantaran aku yakin ngga semuanya begitu). Dan sontak, mereka jadi materi pergunjingan kami berdua. Tapi yang bikin kzl, kami ketemu terus sama mereka di bandara. Bahkan hingga ruang tunggu pas kami mau terbang ke BTJ! Ya Tuhan YME. Pesan moral dari insiden ini adalah: janganlah kita bergunjing ketika bertemu dengan seseorang/sekelompok orang yang tidak kita suka, lantaran pasti kita akan lebih sering berpapasan dengan mereka (diriwayatkan oleh para penggunjing)
Singkat cerita, kami tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh, sekitar pukul 08.00. And I’m SOOO EXCITEED!!! Pas di pesawat, udah keliatan tuh gedung bandaranya yang cantik. Arsitektunya of course bernuansa islami ya, dengan bentuk kubah-kubah gitu. Aceh banget lah pokonya. Dan begitu turun dari pesawat... masyaAllah... indah nian pemandangannya! Padahal gres di bandaranya lho. Kami berkaca-kaca seakan tak percaya bahwa alhasil kami dapat menginjakkan kaki di “bumi rencong”, “serambi Mekkah”, sekaligus ujung barat Negara Kesatuan Republik Indonesia... ACEH!
Kami kemudian bergerak keluar bandara dan mencari transportasi menuju Pelabuhan Ulee Lheue (baca: Ulee Lhee) untuk kemudian nyebrang ke Pulau Weh. Opsi terbaik yakni taksi (karena bus Damri-nya jarang & ngga ada trayek ke Ulee Lheue). Ngga perlu khawatir, lantaran tarif taksi di sana sudah ditentukan. Untuk ke Ulee Lheue tarifnya dipatok Rp140.000,00. Heu, agak mahal ya sebenernya buat dua orang, padahal mobilnya cukup buat 4-5 orang. Tapi apa daya, lantaran ngga nemu barengan lagi, alhasil kami memutuskan untuk pribadi berangkat.
Namun sebelum ke pelabuhan, kami mampir dulu ke salah satu kedai yang cukup hits di deket bandara, yakni Ayam Pramugari. Laper gaes, belum sarapan.
Namun sebelum ke pelabuhan, kami mampir dulu ke salah satu kedai yang cukup hits di deket bandara, yakni Ayam Pramugari. Laper gaes, belum sarapan.
Ini ada insiden konyol pas kedai itu yha. Kami kan pesen dua porsi ayam, dimakan di tempat. Setelah nunggu agak usang (soalnya gres digoreng juga) eh ternyata kami dikasih dua kotak-an. Padahal kan tadinya mau makan di sana. Tapi yang bikin kaget, pas mau bayar, ternyata harganya Rp60.000,00 per kotak! What? Tapi yang bikin lebih kaget lagi yakni pas buka kotaknya, ternyata isinya EMPAT potong ayam gede-gede banget! Kayanya itu seekor deh. Ya Tuhan YME, pantesan harganya mahal, lha wong ayamnya banyak bets, wkwk... We have NO idea about it. Tapi rasanya emang lezat banget sih. Mirip “ayam tangkap” ya penampilannya. Dan yang jelas, bikin kenyang! Sampe kami jadiin lauk makan siang.
Move on, kami hingga di Pelabuhan Ulee Lheue sekitar pukul 09.30 dan kapal kami ke Pulau Weh berangkat sekitar pukul 10.00. Ada dua opsi kapal yang dapat kita pakai: kapal cepat atau kapal lambat. Perbedannya tentu saja harga tiket, kecepatan, dan agenda (bisa dilihat di gambar). Kami waktu itu milih naik kapal cepat, dengan alasan efisiensi waktu. Perjalanan menuju Pulau Weh dengan kapal cepat membutuhkan waktu kurang lebih satu jam.
Cantiknya Aceh...
At Port of Ulee Lheue (maapkeun muka saya, lagi silau btw)
Info kapal cepat
Info kapal lambat (maap ngeblur)
Setibanya di Pelabuhan Balohan, Pulau Weh,
Wow...
Saya pribadi dibentuk takjub dengan pemandangan pulau itu. It was SO beautiful! Berbukit-bukit, dengan hutan-hutan yang masih asri. Udah kaya pulau di “The Lost World” (mudah-mudahan ngga ada T-Rex-nya)
Wow...
Saya pribadi dibentuk takjub dengan pemandangan pulau itu. It was SO beautiful! Berbukit-bukit, dengan hutan-hutan yang masih asri. Udah kaya pulau di “The Lost World” (mudah-mudahan ngga ada T-Rex-nya)
Port of Balohan
Begitu keluar dari kapal, kita akan pribadi disambut oleh para penjaja sewa motor, sewa mobil, sewa kamar, dan sewa-sewa lainnya. Saya dan mba Riris terus aja jalan keluar pelabuhan. Di depan pelabuhan, ada beberapa kios/warung/penginapan yang juga menyewakan motor. Tinggal milih aja.
Kami ketemu sama salah satu penjaja sewa motor, namanya Bang Zul. Dia nawarin motor Vario dengan harga Rp280.000,00 buat 3 hari (Jumat—Minggu pagi). Emang sih, kami rencananya Minggu pagi udah balik ke Ulee Lheue, naik kapal paling pagi (sekitar pukul 08.00). Tapi kan jikalau diitung seharinya 24 jam, seharusnya kami sewanya cuman 2 hari, ya khan? Alhasil, sesudah tawar menawar, kami dapet harga Rp220.000,00. Masih agak ngga puas ya sebenernya, soalnya paling tidak, dapat dapet Rp200.000,00 (Rp100.000,00/24 jam). Tapi ya sudahlah. Mungkin temen-temen nanti yang mau kesana, dapat dicoba menawar dengan lebihsadis lihai lagi, hehe..
Kami ketemu sama salah satu penjaja sewa motor, namanya Bang Zul. Dia nawarin motor Vario dengan harga Rp280.000,00 buat 3 hari (Jumat—Minggu pagi). Emang sih, kami rencananya Minggu pagi udah balik ke Ulee Lheue, naik kapal paling pagi (sekitar pukul 08.00). Tapi kan jikalau diitung seharinya 24 jam, seharusnya kami sewanya cuman 2 hari, ya khan? Alhasil, sesudah tawar menawar, kami dapet harga Rp220.000,00. Masih agak ngga puas ya sebenernya, soalnya paling tidak, dapat dapet Rp200.000,00 (Rp100.000,00/24 jam). Tapi ya sudahlah. Mungkin temen-temen nanti yang mau kesana, dapat dicoba menawar dengan lebih
Kami pun memacu si “kuda mesin” kami, menyusuri jalanan Pulau Weh. Agak ribet ya dengan bawaan yang bejibun. Udah kek pulang kampung aja.
Tujuan pertama kami yakni penginapan Rade Inn, tempat kami bermalam di kawasan Sumur Tiga. Kalau di peta, itu di bab timur-laut Pulau Weh.
Tujuan pertama kami yakni penginapan Rade Inn, tempat kami bermalam di kawasan Sumur Tiga. Kalau di peta, itu di bab timur-laut Pulau Weh.
Hmm... Saya betul-betul menikmati berkendara siang itu. Udaranya seger (meskipun agak panas). Pemandangan di sekitar pun sangat memanjakan mata. Jalannya naik turun dengan hutan-hutan di pinggir jalan. Sesekali kita dapat melihat pemandangan bahari di kejauhan. MasyaAllah, Subhanallah...
Agak usang juga perjalanan ke Sumur Tiga. Hampir sejam-an kayanya. Kami sempet galau juga apakah masih berada di jalan yang benar atau tidak, alasannya agak minim penanda jalan. Kami alhasil hingga di Rade Inn pas sebelum Jumat-an. Tarif per malam di Rade Inn ini Rp200.000-an. Saya booking lewat Traveloka. Sebenernya sih, kami pengen nginep di Freddies Santai Sumur Tiga, Lokasinya deket Rade Inn juga. Tapi dia punya view pribadi ke bahari dan penginepan ini cukup hits dan sering muncul ketika kami riset di internet. Namun apa mau dikata, kerana kami kelamaan, alhasil kamarnya sold out semua. Opsi lain yang tampaknya bagus juga yakni penginapan Casanemo. Dia juga menghadap ke laut, tapi harganya agak costly sih.
Rade Inn
Namun, betapa tidak beruntungnya kami. Ketika aku pulang dari sholat Jumat, dan siap untuk menjelajahi kawasan sekitar, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Oh God. Padahal kami udah nyusun agenda buat hari itu! Kami mau main ke pantai-pantai di sekitar sana. Hiks.. Tapi yah, namanya alam, ngga dapat diprediksi. Akhirnya kami guling-guling aja di kamar (masing-masing) menunggu hujan reda. Dan ternyata... hujannya ngga reda-reda. Sampai Isya! *lol
Ya Tuhan YME, mengapakah Engkau berikan cobaan ini kepada hamba...
Tapi yah, mau gimana lagi, tifak ada yang dapat kami perbuat—selain berdoa. Namanya lagi jalan-jalan, kita ngga pernah tau apa yang akan terjadi. Kalau dibikin negatif ya, kzl juga. Rencana kami jadi “berantakan”. But we tried to be positive dan menikmatin apa yang dapat dinikmati.
Akhirnya, doa kami pun terjawab pada malam harinya, ketika hujan mulai reda. Alhamdulillah...
Akhirnya, doa kami pun terjawab pada malam harinya, ketika hujan mulai reda. Alhamdulillah...
Tanpa menyia-nyiakan waktu, Kami pribadi memacu motor menuju kota Sabang. Udah lapar gaes. Tujuan kami yakni Sabang Fair, salah satu spot hang-out ternama di kota Sabang. Tapi gegara hujan, tempatnya jadi agak sepi. Kami milih spot yang menghadap ke laut. Tapi sayang ngga dapat liat apa-apa soalnya gelap. Cuman ada suara-suara ombaknya aja. Anyway, kami pribadi aja pesen makanan—yang kebanyakan seafood sih. Pengennya makan Sate Gurita yang tersohor itu, tapi kata mas-masnya, yang masak lagi ngga ada. Heft. Lagi-lagi kurang beruntung.
Makin malam ternyata tempatnya makin ramai. Banyak berakal balig cukup akal Sabang berdatangan dan menciptakan suasana semakin semarak. Namun, lagi-lagi kami diguyur hujan yang cukup deras. Saya sama mba Riris udah selesai makan sebenernya, tapi ngga dapat balik gegara terjebak hujan.
Setelah ditunggu-tunggu, alhasil hujan mereda sekitar pukul 22.00. Kami buru-buru pulang ke penginapan. Itu pun masih kebasahan. Kami pun mengakhiri hari pertama di Sabang dengan tidur nyenyak ditemani bunyi rintik hujan hingga tengah malam. Semoga esok hari kami lebih beruntung.
Setelah ditunggu-tunggu, alhasil hujan mereda sekitar pukul 22.00. Kami buru-buru pulang ke penginapan. Itu pun masih kebasahan. Kami pun mengakhiri hari pertama di Sabang dengan tidur nyenyak ditemani bunyi rintik hujan hingga tengah malam. Semoga esok hari kami lebih beruntung.
Next on, kami masih akan keliling Pulau Weh. Kami akan snorkeling di salah satu spot underwater terindah di Indonesia, serta menikmati sunset di titik Nol Kilometer! So, stay tune...
NaraHubung:
Ayam Pramugari (RM. Adytia Jaya)
Jln. Bandara Lama, Samping Pertamina Bandara Sultan Iskandar Muda,
Blang Bintang, Banda Aceh
Buka: 09.00-16.00
Telp.: 085277804413
Rade Inn
Gampong Ie Meulee, Kec. Sukajaya, Sumur Tiga, Kota Sabang, Aceh 24411
Telp.: 08116852333
Email: radeinn_sabang@yahoo.com
Taman Wisata Kuliner (Sabang Fair)
Kota Bawah Barat, Sukakarya, Kuta Barat, Sabang, Aceh
Telp.: 085277790790
Sumber http://ferydyan.blogspot.com
NaraHubung:
Ayam Pramugari (RM. Adytia Jaya)
Jln. Bandara Lama, Samping Pertamina Bandara Sultan Iskandar Muda,
Blang Bintang, Banda Aceh
Buka: 09.00-16.00
Telp.: 085277804413
Rade Inn
Gampong Ie Meulee, Kec. Sukajaya, Sumur Tiga, Kota Sabang, Aceh 24411
Telp.: 08116852333
Email: radeinn_sabang@yahoo.com
Taman Wisata Kuliner (Sabang Fair)
Kota Bawah Barat, Sukakarya, Kuta Barat, Sabang, Aceh
Telp.: 085277790790
Tidak ada komentar