Istana Knossos yang kisahnya penuh drama dan Heraklion Archeological Museum (HAM) yang koleksinya tak habis-habis disimak, yakni dua tujuan utama saya dan Diyan selama di Heraklion. Selain itu, kami lebih banyak melaksanakan hal-hal di luar rencana selama empat hari di ibukota wilayah Kreta ini. Entah kenapa, dan ini di luar kebiasaan, banyak tempat bersejarah yang tidak kami kunjungi di sana, menyerupai benteng Koules peninggalan dari era ke-16 dan Pulau Dia tempat bukti-bukti sejarah bangsa Minoa.
Jadi, kalau banyak tempat yang tidak dikunjungi, apa saja yang kami lakukan di Heraklion, selain ke Istana Knossos dan HAM?
1. Mengapung di air masbodoh Laut Aegea
Dua malam pertama kami menginap di Amoudara, kawasan pinggiran Heraklion. Kami menentukan hotel studio di sana alasannya yakni lokasinya di tepi pantai dan mempunyai kursi-kursi pantai yang atraktif ketika kami lihat di Booking.com. Maka di hari kedua tak kami lewatkan kesempatan untuk berenang di maritim – yang ternyata dinginnya minta ampun! Duduk di dingklik pantai pun kami tak tahan lama-lama alasannya yakni anginnya yang brrrr! Ampun deh, kulit tropis ini memohon-mohon untuk minta kembali ke dalam kamar yang hangat. Walhasil, kami lebih banyak menikmati suasana pantai dari balkon kamar sambil sarapan.
2. Beli tiket bus dalam bahasa Jerman
Tiket bus kota di Yunani tidak dibayar di atas bus ataupun loket khusus, melainkan di kios-kios tertentu di pinggir jalan. Saat hendak ke tengah kota Heraklion, itu kedua kalinya kami naik bus selama di Yunani. Sebelumnya di Athena, ketika kami belum tahu cara membeli tiket bus, yang berakhir dengan tidak membayar sama sekali dan turun di tempat sembarang alasannya yakni takut keburu ditangkap akhir tidak membayar tiket bus!
Pengalaman kedua ini tidak lebih mulus. Ibu bau tanah penjaga kios hanya sanggup berkomunikasi dalam bahasa Yunani dan Jerman! Jadi, ketika kami otomatis berbicara padanya dalam bahasa Inggris, ia terlihat ogah-ogahan meladeni dan tetap menjawab dalam dua bahasa yang tidak kami kuasai itu. Lalu saya mengerahkan segala ingatan pelajaran bahasa Jerman ketika les di Goethe Institut dahulu kala dan berhasil bertanya, “Eins funfzig?” yang artinya “1,50?”. Maksudnya, saya bertanya apakah harga tiketnya 1,50 euro. Dua kata yang alhasil berhasil mengantarkan kami ke sentra kota.
3. Nonton bioskop
Salah satu kesenangan saya ketika di luar negeri yakni nonton bioskop. Banyak teman yang bertanya, “Ngapain?! Kan di Jakarta juga bisa!” Iya, sih, tapi kan tiap negara punya hukum bioskop yang berbeda-beda. Di Amerika penjaga karcis cuma satu, yaitu sebelum kau masuk ke gugusan pintu teater. Kaprikornus pernah sesudah saya selesai nonton “Home Alone 2”, masuk ke teater lainnya tempat ibu saya nonton “I Will Always Love You” (tebak, tahun berapa). Di Bangkok, penonton diharuskan bangun dan menghormati sang raja sepanjang lagu kebangsaan mereka diputar sebelum film dimulai. Di Singapura, mahal.
Kami menonton “Mad Max” di Odeon Talos. Harga tiket 7.5 per orang. Susunan kursinya menyerupai dengan bioskop di sini, dingklik makin belakang makin tinggi posisinya, sedangkan joknya berwarna biru keunguan. Teks film tentunya dalam bahasa Yunani, maka kami sengaja menentukan film dalam bahasa Inggris supaya masih sanggup mengerti ceritanya.
Pengalaman berbeda dalam nonton bioskop di Athena pernah sekilas saya ceritakan di sini, tapi kapan-kapan akan saya ceritakan dengan lebih detail.
4. Berputar-putar mencari tempat parkir
Kami pergi ke bioskop naik motor sewaan. Di Talos Plaza kami kesulitan mencari tempat parkir motor dan tak ada penjaga yang sanggup ditanyai. Maka kami berputar-putar di seputar mal untuk mencari tempat parkir. Karena jalanan di seputar mal kebanyakan jalan sempit dan satu arah, beberapa kali kami melewati jalan yang sama demi mencari tempat parkir motor. Lalu ketika kembali mendekati mal, kami melihat beberapa motor parkir di trotoar bersahabat pintu masuk. Ya sudah, kami putuskan untuk parkir di situ juga.
Yang agak saya sesali yakni kami tak menyisihkan banyak waktu untuk berjalan kaki di kota Heraklion. Saat repot mencari tempat parkir, saya melihat banyak gedung bau tanah Venetian dengan trotoar yang cukup ramai orang berlalu-lalang. Sepertinya akan menyenangkan jikalau kami berjalan kaki tanpa tujuan, hanya untuk mencicipi suasana kota bau tanah itu.
5. Makan nasi goreng
Selama sebulan di Yunani saya tidak kangen nasi, cuma kangen sambal. Sedangkan Diyan, dari ahad pertama pas di Santorini sudah mulai mencari nasi yang alhasil ia dapatkan di restoran Cina. Sekitar dua ahad kemudian, di Heraklion, Diyan kembali kangen nasi. Harapan terbesar untuk menemukannya yakni di restoran Cina, atau setidaknya Asia. Voila! Tak jauh dari Talos Plaza kami menemukan restoran dengan simbol karakter kanji.
Restorannya cukup besar tapi sepi. Letaknya di lantai 2 dengan pemandangan laut. Ketika membaca daftar menu, Diyan menyerupai menemukan harta karun: ada hidangan Nasi Goreng Indonesia!
Kami sempat mengobrol dengan pemilik restoran itu yang ternyata orang Filipina. Semua pegawainya orang Asia tapi tidak semua dari Filipina. Si Ibu terkejut ketika mengetahui tempat kami memarkir motor, yaitu di trotoar. Menurutnya kurang kondusif di situ. Glek! Kami buru-buru menghabiskan nasi goreng yang rasanya biasa saja. Ketika keluar dari restoran, untunglah si motor masih parkir dengan manisnya.
6. Mengintip kota dari Airbnb mewah
Di malam ketiga kami menginap di sebuah apartemen tengah kota. Kunci apartemen yang berada di lantai 3 itu digantungkan begitu saja di lubang kunci pintu cuilan luar, padahal pintu masuk utama ke gedung apartemen pun tidak tertutup dan tidak ada penjaganya. Mirip kejadiannya dengan hotel di Amoudara, ketika check in kami cukup mengambil kunci kamar yang ditaruh di meja lobi. Wah, andal sekali keamanan di Heraklion! Tapi kenapa si pemilik restoran tadi khawatir motor kami hilang di trotoar, ya?
Airbnb kami kali ini sungguh keren! Bukan hanya apartemennya luas, lokasinya strategis, perabotnya bagus, dapurnya lengkap dengan kompor listrik dan bumbu masak, di dalam kulkas ada buah-buahan, dan di situ juga disediakan teropong bintang! Oh, satu lagi, apartemen ini punya halaman rooftop! Mewah, untuk harga 60 euro/malam, dibandingkan penginapan kami lainnya.
Sekarang saya ingat, inilah salah satu penyebab kami tidak jalan-jalan sebanyak biasanya. Kami terlalu nyaman bermalas-malasan di apartemen, menyaksikan kehidupan kota lewat lensa teropong, dan memerhatikan kapal besar kemudian lalang di pelabuhan dari rooftop.
Sayangnya, apartemen manis ini juga menjadi tempat kenangan yang kurang enak: Diyan tak sengaja menjatuhkan ponselnya ke lantai hingga rusak!
7. Belanja ponsel
Kami tetapkan semoga Diyan beli ponsel lagi segera. Toh, kalau tidak beli di situ, nanti di Jakarta niscaya akan beli juga. Maka hari terakhir di Heraklion, yang cuma hingga siang hari, kami habiskan dengan berburu ponsel.
Apartemen terletak hanya sekitar 30 menit jalan kaki dari pertokoan yang kami tuju. Kami berjalan melewati gugusan toko dan restoran, dan seorang SPG memperlihatkan kouluri gratis, masakan ringan Yunani favorit saya yang menyerupai bagel. Sambil mengunyah kouluri kami terus berjalan melewati pepohonan yang dilatari tembok panjang, bekas tembok pelindung kota dari era ke-15 (kalau tidak salah).
Sementara Diyan menentukan ponsel, saya sempat berjalan-jalan di sekitar toko, malah sempat masuk ke toko Stradivarius untuk ‘studi banding’. Suasana kota tenang-tenang saja pagi itu, lebih banyak kendaraan parkir daripada orang yang kemudian lalang. Gedung-gedung bertingkat yang tak terlalu tinggi berderet, sebagian modern dan sebagian cukup klasik. Lalu kami kembali ke apartemen begitu Diyan keluar dari toko dengan sumringah, menenteng ‘mainan’ barunya.
Begitulah pengalaman kami selama 4 hari 3 malam di Heraklion, kota paling modern di Pulau Kreta. Memang acara kami tidak padat, tapi tetap banyak hal yang berkesan. Setelah diingat-ingat, mungkin ketika itu kami sedang lelah alasannya yakni sudah 2 ahad berjalan di Yunani, bergerak dari kota ke kota, pulau ke pulau. Mungkin juga alasannya yakni kami lagi menghayati ‘slow traveling’.
Di hari terakhir kami naik bus kembali ke Chania (salah perhitungan – padahal bahwasanya di Heraklion juga ada bandara) untuk terbang ke Thessaloniki. Petualangan santai di Litochoro, Gunung Olympus, Meteora, Kalambaka, Athena, dan Hydra selama dua ahad ke depan menanti.
Baca juga: Greece Itineray for A Whole Month.
Tidak ada komentar