Ads

Ads
Menu
Travel Agent Penyedia Info Wisata

Ipoh, Periode Kemudian Yang Kekinian




Dalam menentukan destinasi liburan, hobi menggambar saya cukup berperan dalam beberapa tahun belakangan ini. Kota usang atau kota yang mempunyai gedung-gedung renta kerap menarik minat saya alasannya kegemaran saya menggambar objek-objek menyerupai itu. Ipoh, sebuah kota di Malaysia, yaitu salah satunya. Setelah hampir dua tahun tersalip aneka macam destinasi lain, alhasil kesampaian juga impian saya, bersama Diyan, untuk jalan-jalan di Ipoh pertengahan bulan lalu.

Dari hasil browsing dan rekomendasi beberapa teman, banyak yang menarik untuk dieksplor di Ipoh. Namun menyerupai biasa, ada saja alasan yang menciptakan waktu kami tak cukup untuk mendatangi semua hal menarik dalam suatu trip. Kali ini alasannya hujan tiap sore dan waktu yang terbagi dengan Kuala Lumpur.




Jadi, berikut ini tempat-tempat yang berhasil kami datangi selama 2 hari 1 malam di kota yang pernah jaya berkat pertambangan timah ini.


IPOH RAILWAY STATION bagi saya bukan sekadar stasiun yang menjadi perhentian kereta kami dari Kuala Lumpur. Stasiun kereta yang mulai beroperasi pada tahun 1917 ini merupakan salah satu tujuan utama kami di Ipoh, tak lain alasannya saya ingin menggambarnya. Setelah 2,5 jam perjalanan naik kereta kelas Platinum yang AC-nya dinginnya minta ampun, kami disambut tengah hari Ipoh yang panas terik. Seolah-olah menantang matahari, saya segera duduk di taman depan stasiun alasannya hanya di sana saya sanggup melihat gedung stasiun tampak depan secara utuh dengan distorsi paling minimal.

Sepanjang menggambar saya mengagumi gedung stasiun berarsitektur Indo-Saracenic itu. Sekilas ia terlihat megah alasannya ukurannya, elegan alasannya warna putih dan detailnya. Dalam proses mengabadikannya ke buku sketsa, saya jadi lebih memerhatikan lekukan-lekukan, lengkungan, dan kesimetrisan gedung yang awalnya dibangun untuk dijadikan rumah sakit itu. Saya salut dengan betapa perancangnya sangat mementingkan estetika.

Sementara saya menggambar, Diyan berjalan-jalan dan mengabadikan suasana di sekitar stasiun. Gedung DEWAN BANDARAN IPOH atau balaikota berdiri megah di seberang stasiun. Gedung yang berdiri semenjak tahun 1916 ini diarsitekturi oleh A B Hubback, yang juga merancang Ipoh Railway Station.







KONG HENG SQUARE menjadi salah satu magnet turis di Ipoh. Satu blok di tengah Old Town ini terlihat terperinci merupakan area gentrifikasi. Bangunannya renta dengan cat yang mengelupas di sana-sini dan dirambati akar-akar pohon tua. Sebuah kafe trendi yang mengingatkan saya pada Monologue di Plaza Senayan menempati salah satu sudutnya - Plan B namanya. Beberapa kios dan toko kerajinan tangan menempati sudut lainnya. Tak ketinggalan, panel kawat daerah menggantungkan gembok-gembok cinta yang sangat klise juga ada di salah satu temboknya.

Saya tidak sempat menggambar sudut Kong Heng Square, tapi kami sempat duduk di kafe BURPS & GIGGLES yang bergaya vintage sambil saya mewarnai gambar lain di sana. Satu-satunya yang membedakan kafe ini dengan kafe-kafe Jakarta pada umumnya yaitu dialog para pengunjung dalam bahasa Melayu bercampur bahasa Inggris. Di dikala ramai pengunjung, berisiknya sama, gaya berpakaian para pengunjungnya juga menyerupai dengan bawah umur trendi Jakarta. Saya betah jikalau mesti berlama-lama di sana. Mungkin alasannya suasananya yang familier.

Di belakang Burps & Giggles ada MUSEUM YASMIN AHMAD, seorang almarhum sutradara terkemuka di Malaysia. Saya gres pernah menonton satu film karyanya, yang saya pun lupa judulnya, tapi saya ingin tau juga untuk berkunjung ke museumnya. Sayangnya waktu kami tidak pas, dan ia tutup sangat cepat, jam 4 sore (terakhir masuk jam 3 sore).




Burps & Giggles








CONCUBINE LANE atau Panglima Lane sanggup dikunjungi jam berapa saja. Gang ini dulunya merupakan daerah tinggal perempuan-perempuan simpanan para petinggi Cina dan Inggris. Konon, rumah mereka itu dijadikan daerah untuk menyamarkan kebiasaan para lelaki ini menghisap opium dan berjudi, dua kebiasaan yang dianggap buruk, sehingga perlu disamarkan dengan kunjungan ke para simpanan yang dianggap acara lebih berkelas. 

Kami mengunjungi Concubine Lane di hari Jumat dan Sabtu. Berbeda sekali keramaiannya di weekday dan weekend! Bisa tebak dong, ya, kapan lebih ramainya. Di hari Sabtu agak sulit bagi kami untuk berjalan tanpa menjadi photobomb untuk orang lain, dan sebaliknya. Sedangkan yang sanggup ditemukan di gang pejalan kaki ini ada macam-macam, mulai dari kios kelapa muda hingga toko suvenir. Akhirnya saya kepincut dua buah magnet yang bergambar skema tangan seorang sketch artist yang menjual eksklusif karyanya, yang kemudian saya ajak ngobrol sebentar wacana hobi kami yang serupa itu.

Kami sempat merasakan cheong fun di Panglima 25, restoran yang menyatakan masakannya tidak memakai daging ataupun minyak babi. Rasanya yummy (tapi saya tidak ingat detailnya menyerupai apa), porsinya besar sekali, sehingga harus saya bungkus setengah untuk dihabiskan esok harinya.



Interior Panglima 25 Cafe





MURAL-MURAL di dinding kota Ipoh yaitu temuan paling banyak dikala kami mencari gosip wacana kota ini di Google. Saking seringnya melihat, kami berniat untuk TIDAK sengaja mencari mural apalagi menjadikannya latar berfoto. Namun mural-mural ini memang tak terhindarkan.

Ketika kami iseng jalan kaki menyusuri kota secara acak, ada beberapa mural yang kami temukan, dan beberapa di antaranya sangat populer. Sayapun tak kuasa menahan godaan untuk berfoto dengan beberapa mural, salah satunya yang berada di Second Concubine Lane. Sepertinya itu alasannya adegan-adegan mural di sana sangat terasa hidup, gambarnya menyerupai asli, sehingga kamipun terundang untuk berinteraksi dengan tokoh-tokohnya.




Salah satu mural karya Ernest Zacharevic, berada di dinding bangunan Old Town White Coffee.

Juga karya Ernest. 
Sesekali mural cukup jadi latar, tak harus diajak berinteraksi.


KELLIE'S CASTLE berada di luar kota Ipoh, tepatnya di Gopeng. Hanya dengan dua kali naik bus dari terminal bus Ipoh kami hingga di reruntuhan istana ini dalam waktu sekitar satu jam. Istana ini bukan milik raja, melainkan seorang hartawan dan tuan tanah asal Skotlandia, William Kellie Smith. Waktu itu Smith beserta istri dan anak perempuannya sudah tinggal di sebuah rumah besar yang dinamakan Kellas House. Lalu, konon, sebagai wujud syukuran atas kelahiran anak lelakinya, ia membangun istana di depan rumahnya, berbatasan dengan Sungai Raya.

Seperti halnya Ipoh Railway Station, arsitektur Kellie's Castle juga bergaya Indo-Saracenic, bercampur dengan Moorish Revival. Istana ini belum selesai dibangun ketika Smith wafat akhir menderita pneumonia di Portugal pada tahun 1926. Dalam perjalanan itu Smith hendak membeli lift untuk istananya, yang jikalau hingga tercapai maka akan menjadi lift pertama di Malaya (kini Malaysia). Kematiannya menciptakan sang istri memutuskan untuk membawa dua anak mereka kembali ke Inggris.

Mulai dari fakta teknis hingga dongeng dramatis nasib Kellie's Castle menciptakan saya tak henti-hentinya berseru, "Wah!" Bagi saya, tak ada yang biasa-biasa saja wacana istana ini. 

Kami berkunjung ke Kellie’s Castle di hari Sabtu pagi. Berbondong-bondong turis ke sana, sebagian dalam grup besar yang tiba naik bus wisata. Untung saja kami tiba di sana paling pagi sehingga lebih leluasa menikmati keindahan reruntuhan dan berfoto tanpa harus ada photobomb. Namun, kami tak sanggup berlama-lama di sana alasannya masih ada gua yang menjadi tujuan selanjutnya.

Kellie's Castle di pagi hari, memunggungi matahari.

Konon, pernah ada penampakan roh William Kellie Smith di istana yang tak sempat dirampungkannya ini.

Kellie's Castle cocok juga dinamakan Lawang Sewu alasannya banyaknya pintu di sana.


Kellas House, rumah keluarga Smith.




GUA TEMPURUNG juga berlokasi di Gopeng. Gua kerikil kapur ini diperkirakan sudah terbentuk semenjak tahun 8000 SM. Kini, terdapat beberapa paket wisata di dalam gua yang panjangnya 3 km ini, yang dibagi menurut panjang rute dan level kesulitan medannya. Kami menentukan paket yang paling dasar dengan rute paling pendek, yaitu berjalan hingga pos ketiga dan kembali keluar lewat rute yang sama.

Interior gua sudah dilengkapi dengan jembatan papan dan tangga yang alurnya sesuai rute untuk wisatawan. Sudut-sudut tertentu dipasangi lampu sebagai penerang sehingga pengunjung tak perlu lagi membawa senter, dengan warna lampu yang masih mendekati alami (berbeda dengan Amazing Cave yang pernah saya kunjungi di Halong Bay, yang lebih meriah).

Karena kami hanya berdua, kami tak sanggup menyewa jasa pemandu yang disediakan untuk grup dengan anggota minimal 8 orang. Saat ada grup yang dikawal pemandu berjalan di akrab kami, kami mencuri dengar penjelasannya. "Lihat itu, bentuk perempuan berjongkok. Itu rambutnya yang panjang, dan itu badannya," ucap si pemandu sambil menyenter sebuah spot di stalagmit gua. Beberapa penjelasannya terdengar tidak ilmiah sama sekali dan menyerupai dibuat-buat untuk menghibur pengunjung. Kami tidak menyesal tidak dipandu.




Paket rute yang lebih panjang akan menuntaskan tur gua di sungai.




Jika saya punya kesempatan lagi untuk ke Ipoh, masih banyak hal yang ingin saya lakukan. Beberapa di antaranya: merasakan sajian ayam tauge yang direkomendasikan beberapa teman, ke museum Yasmin Ahmad, menggambar lebih banyak gedung dan suasana kota, merasakan white coffee di kedai kopi tertua Ipoh ‘Sun Yuan Foong’ (yang tutup jam 17.30) walaupun saya bukan penikmat kopi, dan menghabiskan lebih usang waktu untuk duduk dan memerhatikan orang lalu-lalang saja. Kota yang sudah panjang sejarahnya ini tampaknya layak dinikmati dalam waktu yang panjang pula, lebih dari sekadar 2 hari 1 malam.

Kapan-kapan lagi, ya, Ipoh!










Mural di kota Gopeng, kami temukan dikala menunggu ganti bus menuju ke Kellie's Castle.




Tangga menuju jalan keluar rahasia.

Lubang lift yang sudah disiapkan. Masih hampa hingga kini.













Tidak ada komentar