Ads

Ads
Menu
Travel Agent Penyedia Info Wisata

#Solotripyogya [Ep. 03, End]: Exploring The City

Hari terakhir di Yogya...

Tadinya pengen main-main ke pantai atau ikut Merapi Lava Tour, tapi kok ya mager banget yak. Langit juga masih mendung. Sewaktu-waktu sanggup turun hujan dan saya tak ingin insiden malam pertama itu terulang kembali. Sudah cukup saya berbasah-basah ria. Terlebih, saya ngga bawa baju lagi. Walhasil, saya tetapkan untuk keliling kota Yogyakarta saja.

And here where the story continues...



Jumat, 1 Desember 2017

Btw pemirsa, hari itu saya pindah hotel ke kawasan deket Stasiun Lempuyangan, lantaran besok Sabtunya saya balik naik kereta pukul 07.00 pagi dan masih harus balikin motor yang lokasi markasnya ada di sekitar stasiun. Nama hotel kedua saya Hotel Kalingga (Kalingga Inn) yang saya pesan lewat reservasi.com seharga seratus ribuan. Lupa pastinya.

Jadi, sesudah check out dari Hotel Metro, saya meluncur menuju destinasi pertama, yang telah saya pilih-pilih dari sekian banyak pilihan (?) dan pilihan tersebut hasilnya jatuh kepada... Taman Sari. Heheh. Sungguh mainstream ya. Tapi ya emang belum pernah kesana sih. Jadi, kenapa engga kan?
Berhubung belum sanggup check in di hotel kedua dan semoga ngga bolak-balik juga, saya tetapkan untuk jalan-jalan sambil menggembol tas yang berisi semua bawaan saya, just like day one. Berat? Jangan ditanya. Legrek say.

Singkat cerita, berbekal panduan GoogleMaps, sampailah saya di parkiran Taman Sari, di erat Pasar Ngasem. Tapi tunggu deh, ini istananya sebelah mana sih yak? Di sekitar situ, tak tampak pun ada bangunan-bangunan besar, atau bangunan-bangunan bau tanah Taman Sari menyerupai yang saya lihat di internet.

Ternyata gaes, kita masih harus jalan kaki lagi. Agak mblusuk-mblusuk, melewati plasa di Pasar Ngasem, masuk ke perkampungan, hingga hasilnya sampailah kita di suatu reruntuhan bangunan.
Saya tahu ini bab dari kompleks Taman Sari, lantaran banyak remaja-remaja tanggung yang asyik berkerumun dan berfoto ria di sana. Tapi ada yang aneh, masak iya ngga ada yang jual tiket masuk? 

Akhirnya saya jalan lagi, lebih dalam ke perkampungan. Sampai saya ketemu dengan sebuah terowongan bawah tanah—yang sering juga digunakan swafoto oleh netizen. Dimana di ujungnya, yaitu tempat dimana saya seharusnya memulai perjalanan ini, yaitu loket tiket masuk.

Pintu masuk terowongan

Underground tunnel

Tiket masuk ke tempat ini cukup Rp5.000 saja, ditambah Rp2.000 bila membawa kamera selain hp. Kalau mau pake jasa guide ada juga, katanya sih biayanya terserah kita. Guide yang resmi pakai seragam tradisional Jawa.

Pintu masuk yang sesungguhnya

\
Gedong Gapura Panggung

Lanjut, kita akan berjalan melalui sebuah gerbang berjulukan Gedong Gapura Panggung yang dihiasi dengan dua buah patung naga (dulu katanya ada empat). Di tempat ini, tiket kita akan diperiksa. Dan tersedia brosur juga buat informasi. Kita kemudian memasuki sebuah halaman dengan bangunan-bangunan yang disebut Gedong Sekawan. Disebut “sekawan” (artinya: empat) lantaran di sini terdapat empat buah bangunan kembar yang digunakan sultan dan keluarga untuk beristirahat. Baru sesudah itu, kita akan memasuki sebuah tempat yang menjadi highlight di Taman Sari ini, yakni Pasiraman Umbul Binangun.

Umbul Binangun

Lokasi ini udah banyak banget deh fotonya di internet. Selain photogenic, kondisi tempat ini juga masih terjaga dengan baik. Di sini ada tiga kolam dan dua bangunan. Bangunan paling utara yaitu tempat istirahat dan ganti pakaian untuk para putri dan selir. Kemudian, di selatannya terdapat dua kolam yang dipisahkan dengan sebuah jalan setapak. Ini tempat putri dan selir mandi-mandi.

Umbul Binangun & Menara "Observasi"

Kemudian di tengah, terdapat bangunan dengan sebuah menara. Menara ini dijadikan sultan sebagai tempat mengobervasi para putri dan selir yang sedang asyik berbasah-basahan. Dan bila ada selir yang dirasa menarik perhatian, selir tersebut akan diundang ke menara untuk hohohihek. Ehm.

Jendela Menara untuk "mengobservasi"


Pemandangan kolam dari puncak menara

Kemudian, di bab paling selatan terdapat kolam kecil yang khusus digunakan oleh sultan dan permaisuri. Dan pada zaman itu, hanya sultan dan para perempuan yang diperbolehkan masuk ke area pemandian ini lho. Wew.


Kolam khusus sultan dan permaisuri

Meninggalkan pemandian, kita akan memasuki sebuah kebun berbentuk segi delapan dan sebuah gerbang besar berjulukan Gedong Gapura Hageng. Dulu, gerbang ini merupakan terusan utama untuk memasuki area pemandian. Di dindingnya terdapat goresan burung yang sedang menyesap madu dari bebungaan. Ukiran ini ada artinya lho!

Kebun oktagonal

Gedong Gapura Hageng & goresan burung

Ukiran ini yaitu sebuah kronogram (angka tahun yang disimbolkan dengan kata, gambar, atau benda). Dalam bahasa Jawa disebut sengkalan memet. Ukiran di Gedong Gapura Hageng sanggup dibaca sebagai Lajering Kembang Sinesep Peksi. Lajering berarti “inti” melambangkan angka 1, Kembang berarti “bunga” melambangkan angka 9, Sinesep berarti “menyesap” atau “minum” melambangkan angka 6, dan Peksi berarti “burung” melambangkan angka 1. Dibaca dari belakang, 1691 tahun Jawa atau sekitar 1765 Masehi, tahun di mana pembangunan Taman Sari selesai.

Setelah melewati gerbang tadi, kita akan menemui... labirin perkampungan. Masih ada beberapa tempat kali yang sanggup dikunjungi di Taman Sari ini. Namun untuk kesana, kita mesti menyusuri gang-gang sempit di antara rumah-rumah penduduk. Akan memudahkan bila kita menggunakan jasa guide. Tapi buat yang ngga pake, kita sanggup ngikutin orang-orang aja, atau tanya-tanya sama penduduk.

Area perkampungan ini dulunya merupakan bab dari kompleks Taman Sari. Makara kebayang kan segimana gedenya tempat ini dulu. Perkampungan tersebut dulunya yaitu danau buatan, dimana di tengahnya terdapat pulau buatan yang disebut dengan Pulo Kenongo (Pulau Kenanga) lantaran dulu banyak tumbuh pohon Kenanga di sana. Reruntuhan gedung yang saya datangi pertama kali tadi, namanya yaitu Gedhong Kenongo. Dan bila dilihat dari jauh, dulu, Gedung Kenanga ini tampak menyerupai mengambang di atas air. Makanya tidak heran bila Taman Sari dijuluki sebagai “Istana Air”.

Underwater tunnel

Bangunan-bangunan di pulau buatan ini terhubung dengan terowongan bawah air, menyerupai terowongan saya lewati tadi. Konon katanya, ada juga terowongan diam-diam yang terhubung dengan Pantai Selatan, tempat Nyi Roro Kidul bersemayam. Seperti yang kita tahu, Nyi Roro Kidul ini kan konon katanya menjadi istri spiritual Sultan Hamengkubuwono.

Salah satu bangunan yang hanya sanggup diakses melalui terowongan tersebut yaitu Sumur Gumuling.
Bangunan yang juga sangat hits di kalang netizen dikarenakan bentuknya yang unik dan instagramable. Bangunan ini difungsikan sebagai masjid. Memiliki dua lantai, dengan relung yang digunakan sebagai mihrab. Di tengah bangunan, terdapat empat buah tangga yang bertemu di tengah, dan dari pertemuan ini ada satu tangga lagi menuju lantai dua. Sementara di bab bawah tangga tersebut, ada kolam kecil yang digunakan untuk berwudhu’. Nah, di tempat ini nih biasanya para netisen berfoto-foto ampe ngantri ngga selese-selese.

Sumur Gumuling

Mihrab

Untuk keliling ke tempat-tempat ini, saya ngga sendirian lho. Secara tidak sengaja, saya ketemu dengan sesosok ibu-ibu gaul nan nyentrik, yang tadinya cuman saya tanyain arah ke Sumur Gumuling, eh malah ditemenin jalan ke sana, bahkan sampe di antar ke Gedhong Kenongo dan Pasar Ngasem.


Reruntuhan Gedong Kenongo

Nama dia Bu Kecik. Rumahnya tidak jauh dari gerbang Gedhong Gapura Hageng. Beliau ini pernah beberapa kali nganter artis juga lho, buat keliling-keliling di Taman Sari. Orangnya asik banget, ramah, dan suka cerita. Meskipun perawakannya sudah tidak muda lagi, tapi jalannya cepet banget dan masih semangat. Makara bila pemirsa main-main kesana, sanggup deh dicari namanya Bu Kecik. Beliau udah populer di sana. Dan dia ngga meminta bayaran sebenernya buat nemenin, cuman ya sebagai rasa terima kasih ngga ada salahnya juga kita mengembangkan rezeki.

With Bu Kecik

Setelah dari Taman Sari, saya melanjutkan perjalanan menuju Museum Benteng Vredeburg. Pasti tau lah ya tempat ini. Buat yang pertama kali ke Yogya, kayaknya harus banget dateng ke sini. Singkat cerita, saya hingga di Jalan Margomulyo dan di sana udah penuh banget sama orang. Padahal hari Jumat ya, bukan hari libur. Saya gres sanggup parkir di depan Kantor Pos Besar, dan masih harus jalan kaki ke museumnya. Pas gres nyeberang, tiba-tiba ada bapak-bapaj polisi yang berlalu-lalang dan menghalau orang-orang yang memenuhi jalan raya. Ini pada ngapain sih yha?

Pasukan Gajah Kerajaan

Ternyata pemirsa, hari itu bertepatan dengan Grebek Maulud! Wew, kebetulan sekali ya. Jadinya saya tunda sejenak perjalanan ke Vredeburg untuk menyaksikan kemeriahan program tersebut. Parade dimulai dengan barisan prajurit keraton yang menunggang gajah, kemudian ada prajurit-prajurit lain yang bawa tombak, ada barisan abdi keraton, dan yang paling mencuri perhatian tentu saja parade gunungan berupa hasil bumi. Seru sih. Saya belum pernah liat secara langsung.



Prosesi Grebeg Maulud

Setelah parade tersebut usai, saya lanjut jalan menuju Vredeburg. Tiket masuknya murah saja, hanya Rp3.000. Ruang pertama yang saya masuki yaitu Ruang Pemutaran Film. Lumayan, sanggup istirahat dan ngadem, sambil menambah pengetahuan. Benteng Vredeburg ini mulai dibangun pada zaman kolonial (1760) dan awalnya hanya berupa benteng sederhana dari kayu. DI tahun 1767, benteng tersebut diperluas dan dijadikan bangunan permanen, hingga selesai di tahun  1787 dengan nama pertama “Fort Rustenburg” (“Resting Fort”/”Benteng Peristirahatan”). Di tahun 1867, bentengnya hancur kena gempa, kemudian dibangun kembali dan diberi nama gres yakni “Fort Vredeburg” (“Peace Fort”/”Benteng Perdamaian”). Benteng ini dibuka sebagai museum pada 23 November 1992.

Fort Vredeburg

Ruang Film

Setelah dari Ruang Film, saya beranjak menuju Ruang Diorama, yang berisi koleksi foto-foto jadul, benda-benda bersejarah, dan diorama usaha rakyat Indonesia merebut kemerdekaan, terutama yang terjadi di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya. Saya kira museumnya bakal terkesan jadul dan boring, tapi ternyata engga kok. Desainnya ternyata cukup modern dan futuristik, ya meskipun banyak panel touchscreen-nya yang rusak.





Beberapa koleksi museum

Saya meninggalkan Museum Vredeburg bertepatan dengan adzan Jumatan. Dan sesudah sholat di masjid Polresta Yogya, saya melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya yakni Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Berhubung males mau nyetir motor, hasilnya saya tetapkan untuk jalan kaki, jaraknya ±650 meter dari Kantor Pos Besar. Kondisi jalan waktu itu ramenya minta ampun. Apalagi pas hingga di Alun-Alun Utara, ternyata disana lagi ada kayak pasar malam gitu. Ada banyak orang jualan dan banyak sekali macam wahana.


Alun-Alun Utara

Gerimis mengiringi saya memasuki area Keraton. Tiket masuknya cukup Rp5.000 saja, ditambah Rp3.000 untuk idhin photo. Fyi, tempat ini pernah jadi lokasi pit stop di program The Amazing Race Season 19 lho!

Sugeng Rawuh

Keraton as the 2nd pit stop of The Amazing Race S19

Bangunan pertama yang akan kita temui yaitu Bangsal Pagelaran. Tempat ini dijaga oleh bapak-bapak yang menggunakan pakaian watak Jawa dan kita sanggup juga menggunakan jasa dia sebagai guide. Bangsal ini biasanya digunakan untuk even-even wisata, keagamaan, dll disamping program watak Keraton. Di bangsal ini juga terdapat koleksi kereta kerajaan. Dan juga pakaian-pakaian kerajaan di dalam gedung sebelah timur.

Bangsal Pagelaran

Lanjut, kita akan memasuki area Siti Hinggil Ler setelah menaiki beberapa anak tangga. Di sini sudah tersedia alur berjalan untuk para pengunjung berupa rantai yang diberi papan anak panah. Di sekitar bangsal utama, terdapat bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai toko suvenir dan museum. Sementara di tengah bangsal utama terdapat Bangsal Manguntur Tangkil yang berfungsi sebagai tempat duduk sultan di singgasana ketika ada program kerajaan. Di selatan Manguntur Tangkil, terdapat Bangsal Witono yang digunakan untuk menaruh lambang-lambang atau pusaka kerajaan.


Memasuki area Siti Hinggil Ler


Beberapa koleksi museum

Bangsal Manguntur Tangkil & Bangsal Witono

Hari sudah semakin sore dan alhamdulillah sanggup check in juga di hotel kedua. Setelah beberes dan bebersih, saya lanjut jalan lagi dan kali ini tujuan saya yaitu Sindhu Kusuma Edupark. Tempat ini tergolong gres sih ya, gres diresmikan pada 2014 lalu. Konsepnya sendiri merupakan taman bermain dan edukasi ya, jadi cocok buat liburan keluarga.

Sindhu Kusuma Edupark

Satu wahana yang paling menarik berdasarkan saya yaitu bianglala yang diberi nama Cakra Manggilingan. Dan tau nggak sih, dengan ketinggian mencapai 50 meter, si Cakra Manggilingan ini kini menjadi bianglala tertinggi di Indonesia lho!


Cakra Manggilingan

Dari atas, kita sanggup melihat keindahan Yogyakarta dan kawasan sekitar, hingga ke Gunung Merapi. Tapi perlu diketahui, si bianglala ini tidak akan dijalankan ketika hujan tiba lantaran takut terjadi duduk perkara di mesinnya.


View from above

Tiket masuk Sindhu Kusuma Edupark dibanderol Rp15.000. Dan nambah bayar lagi bila main di wahana-wahananya. Atau beli terusan dengan paket-paket menyerupai di bawah ini. Selain main bianglala, saya mampir juga di Cinema 8D tapi penjaganya pada bgzt ya. Masak diputerin film horor, padahal udah tau kalo saya sendirian di dalem bioskop. Kzl.

Seeya

Untuk menutup perjalanan saya di Yogya, malam itu saya jalan-jalan di kawasan Malioboro. Ngga beli apa-apa juga sih. Cuman seneng aja, menyusuri sepanjang jalan yang populer itu, sambil melihat-lihat acara orang-orang.



Malioboro

Anyway, its been so fun tiga hari perjalanan saya di Yogya. Definitely akan kembali lagi kesini lantaran masih buanyak sekali tempat yang belum saya sambangi. Dan mungkin ajak keluarga juga kali ya.
So, til next journey guys! J
   



Narahubung:
Taman Sari
Komplek Wisata Taman Sari, Taman, Patehan, Kraton, Kota Yogyakarta, Daerah spesial Yogyakarta 55133
Telp.: 0817265343

Fort Vredeburg Museum
Jl. Margo Mulyo No.6, Ngupasan, Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah spesial Yogyakarta 55122
Telp.: (0274) 586934

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Jalan Rotowijayan Blok No. 1, Panembahan, Kraton, Kota Yogyakarta, Daerah spesial Yogyakarta
Telp.: (0622) 74373721

Sindhu Kusuma Edupark
Jl. Jambon, Sinduadi, Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah spesial Yogyakarta 55284
Telp.: (0274) 6429660

Hotel Kalingga (Kalingga Inn)
Jl. Juminahan No.50, Purwokinanti, Pakualaman, Kota Yogyakarta, Daerah spesial Yogyakarta 55166



Thanks-List:
wikipedia.org, for the info
YOU, for reading this! :)      

Sumber http://ferydyan.blogspot.com

Tidak ada komentar