Bulan Januari selalu punya rasa tersendiri bagi saya. Hari-hari sering diwarnai dengan hujan, langit cenderung sering kelabu, AC jarang dinyalakan alasannya ialah suhu udara tidak mengecewakan sejuk, dan, terutama dalam dua ahad pertama, orang-orang masih santai alasannya ialah sebagian masih dalam hawa liburan dan beban pekerjaan belum menumpuk. Hujan, sejuk, dan santai. Kombinasi terbaik bagi saya untuk menikmati segelas teh hangat dan buku atau majalah, di samping Diyan yang asyik membaca komik-komik zombie kecintaannya sambil menyeruput kopi hangat. Sesekali kami ngobrol, membahas cuilan dongeng dari bacaan masing-masing, dan membenarkan posisi duduk – biasanya salah satu di sofa dan lainnya di karpet, masing-masing dengan dua bantal empuk.
Begitulah salah satu perwujudan konsep hygge dalam keseharian saya. Tentunya pengalaman itu tidak pas sepenuhnya dengan definisi hygge alasannya ialah konsep ini berasal dari Denmark. Konsep hygge ini spesifik alasannya ialah sangat menempel dengan budaya dan kondisi fisik negara Denmark, yang terang sangat berbeda dengan di Jakarta, kawasan saya tinggal. Saking uniknya, perjuangan Meik Wiking menjelaskan arti hygge pun membutuhkan satu buku berisi 285 halaman, lengkap dengan ilustrasi visual – yang membuat saya tertarik dengan buku ini pada awalnya. Dan “The Little Book of Hygge” karya Meik Wiking ini bukanlah satu-satunya buku yang mencoba menjelaskan makna hygge.
Di tahun 2016 ada beberapa buku wacana hygge yang diterbitkan di Inggris. Ini bukan tidak disengaja. Beberapa pertimbangannya ialah menerbitkan jenis buku yang akan dibeli oleh mereka yang tidak biasa membeli buku, serta merebaknya tren ‘cara hidup’ yang dipengaruhi budaya bangsa lain, ibarat “Marie Kondo’s The Life-changing Magic of Tidying Up” (buku wacana decluttering oleh Marie Kondo dari Jepang) dan “Norwegian Wood” (buku wacana memotong, mengeringkan, dan menumpuk kayu ala Skandinavia - sespesifik itu!). Ide itu berhasil, konsep hygge jadi populer diseluruh dunia berkat publikasi buku-buku tersebut.
Pertama saya mengetahui wacana buku ini di tahun 2017, tapi gres di awal 2018 saya benar-benar tertarik untuk membeli dan membacanya. Mungkin alasannya ialah pas dengan suasana di bulan Januari itu tadi.
Jadi, apa itu hygge?
Membaca buku ilustrasi wacana London ketika hari dingin, dihangatkan kaus kaki manis. Hyggeligt! |
Sepengertian saya dari membaca "The Little Book of Hygge", hygge ialah situasi yang memberi rasa hangat, nyaman, dan senang kepada seseorang, yang dinikmatinya di depan perapian di dalam rumah dengan beberapa orang terdekat, dengan cahaya temaram sambil melaksanakan hal-hal yang sederhana dan menyenangkan, dilengkapi dengan minuman hangat dan makanan ringan anggun manis bikinan sendiri, sementara di luar sana cuaca sedang jelek atau teramat dingin.
Mirip ‘cozy’ dalam bahasa Inggris, ya? Tapi bukan. Hygge juga meliputi lokasi. Mirip ‘gezelligheid’ dalam bahasa Belanda? Tidak juga, alasannya ialah gezelligheid lebih identik dengan demam isu panas. Beberapa terjemahan dalam bahasa lainnya pun belum ada yang menyamai alasannya ialah anatomi hygge yang spesifik.
Bab pertama wacana cahaya. Ilustrasinya eksklusif bikin saya jatuh hati. |
Kalau menggunakan pengertian hygge di atas, detailnya begini.
Kegiatan sederhana dalam situasi hyggelig* (kata sifat dari hygge) sanggup berupa membaca buku, main board games, atau ngobrol wacana hal-hal non-politik. Video games? Tidak se-hyggelig board games. Kehangatan dari perapian lebih hyggelig daripada kehangatan dari mesin pemanas. Memakai selimut atau sweater rajutan juga menambah faktor hygge. Lampu temaram bercahaya kuning lebih hyggelig daripada neon putih. Tapi lilin ialah juara hygge dalam hal pencahayaan. Orang Denmark sangat suka menyalakan lilin, sanggup empat lilin dinyalakan dalam satu waktu dan bukan pada ketika mati lampu.
Minuman hangat itu hyggelig, nomor satu kopi dan nomor dua teh. Kue anggun yang dibeli di toko cukup hyggelig, tapi kalah hyggelig dengan makanan ringan anggun buatan sendiri, apalagi dengan resep bebuyutan keluarga. Sajian makanan sanggup potluck, tapi akan lebih hyggelig jikalau dimasak bersama-sama. Jumlah orang dalam suatu sesi kumpul-kumpul tidak perlu banyak; kebanyakan orang Denmark menyukai kumpul-kumpul 3-4 orang saja. Hygge sanggup di mana saja, ibarat di kafe atau bahkan di taman, tapi di dalam rumah atau apartemen ialah kawasan yang paling hyggelig. Cuaca di luar rumah sanggup agak hangat atau dingin, tapi lebih hyggelig kalau cuaca di luar sedang angin ribut salju.
Jadi, tampaknya hygge bukan hanya apa yang kita rasakan di dalam, tapi juga ada faktor kontras dengan yang di luar. Namun, hygge tidak terbatas pada pembagian terstruktur mengenai di atas, hanya saja tingkat ke-hygge-annya sanggup jadi berbeda-beda dengan situasi lainnya.
Segala hal yang dibentuk sendiri menambah ke-hygge-annya. |
Tipe sweater Sarah Lund, tokoh serial "The Killing" ialah referensi pakaian hygge. |
"The Little Book of Hygge" menjabarkan hygge dalam 14 bab, dari elemen-elemen detailnya sampai hubungannya dengan kebahagiaan. Denmark ialah negara yang sering menerima ranking 1 dalam indeks kebahagiaan dunia, yang diriset oleh Happiness Research Institute, yang dikepalai oleh Meik Wiking sendiri. Beberapa babnya ialah ‘Togetherness’, ‘Clothing’, ‘Hygge on the Cheap’, ‘Christmas’, dan ‘Hygge and Happiness’. Buku ini juga memperlihatkan 12 ide untuk membuat hygge setiap bulan dalam setahun, serta resep-resep makanan yang sanggup dicoba.
Seperti biasa, salah satu faktor yang membuat saya tertarik dengan sebuah buku ialah desain sampulnya. I judge a book by its cover. Ilustrasi di sampul dan di dalam buku ini bergaya Scandinavian folk art. Sangat manis, membuat saya terkesiap ketika pertama kali melihatnya. Rasanya ingin selalu memeluk buku ini saking menggemaskannya.
Daftar isi "The Little Book of Hygge". |
And then I judge a book again after I read it. Menurut saya, buku ini bacaan ringan dan feel-good. Semua pembagian terstruktur mengenai wacana hygge di sini rasanya membuat saya ingin terbang ke Denmark dan menetap di sana, padahal mungkin saya akan mati bangun ketika diterpa angin ribut saljunya. Penulisannya santai, membolak-balik halamannya menyenangkan alasannya ialah ilustrasi foto dan gambar vektor yang manis. Beberapa data statistik juga ditampilkan dengan manis.
Namun, di bab-bab akhir, saya merasa kadang ada beberapa poin dan penjelasaan yang merupakan pengulangan dari bab-bab sebelumnya. Lalu ada beberapa cuilan yang saya pikir kurang perlu, ibarat ‘Hygge All Year Round” yang isinya daftar hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai hygge, alasannya ialah contoh-contohnya sudah tersebar di bab-bab lain.
Ini statistik atau lollipop? |
Semacam 'hygge must-have items'. |
Secara keseluruhan, saya suka “The Little Book of Hygge” ini. Enak dibaca, lezat dilihat, dan menginspirasi saya untuk menata isi apartemen dan menjalani hari dengan lebih ‘hangat’ dan nyaman.
Saat membaca The Little Book of Hygge, yang sering terbayang oleh saya ialah suasana kumpul-kumpul 8 orang termasuk saya dan Diyan, yang sebagian besar ialah tetangga. Kami menamakan grup WA kami dengan “RRC” – panjang ceritanya. Kumpulnya paling sering di kawasan Teddy dan Maesy, yang senang menyebarkan kami teh hangat, kemudian menyetelkan musik jazz oldies seiring meluncurnya dialog santai wacana apapun, tapi paling sering mencela-cela Teddy yang suka cari gara-gara. Sesekali kami memainkan permainan sederhana ibarat jempol njengat, Heads Up, dan tebak trivia film seri. Nuansa temaram dari lampu kuning di pojok-pojok ruangan menemani, begitu juga kerap makanan pesanan dari Go-Food atau buah tangan dari salah satu yang habis keluar kota. Tentunya di luar tidak angin ribut salju, malah kami disejukkan oleh AC di dalam.
A hyggelig night with the RRC gang end of last year. |
A hyggelig moment before sleep. |
Hygge memang dari Denmark dan identik dengan banyak hal yang sangat Denmark, tapi saya pikir orang di mana saja sanggup punya versinya sendiri akan hygge.
Kalau buat kamu, hygge itu ibarat apa?
Buku, salah satu elemen yang disarankan dalam hygge. |
Bab resep. |
Hygge sepanjang tahun. Ada ide apa untuk bulan ini? |
Tidak ada komentar