Ads

Ads
Menu
Travel Agent Penyedia Info Wisata

Suatu Hari Di Pasar Baru



Sudah usang rasanya nggak sketching bangunan eksklusif di depan bangunannya. Maka kemarin pagi aku putuskan untuk pergi ke Pasar Baru, khusus buat sketching. Dan kenapa Pasar Baru? Karena bosan Kota Tua dan nggak kepikir daerah lain lagi di Jakarta.

Maksud hati mau ke Pasar Baru (aka Passer Baroe) naik bus TransJakarta (TJ) all the way, tapi ternyata rutenya muter-muter. Kaprikornus aku naik bus TJ dari Rasuna Said ke Monas saja, lanjut dengan ojek.

(Setelah dipikir-pikir, bergotong-royong gres bulan kemudian di Jogja saya gegambaran di pinggir jalan begitu, dan bulan lalunya di Ipoh. Hahahaa.. ternyata belum lama. Ya, berarti memang lagi pengen urban sketching aja.)

Sekitar jam 12 siang aku hingga di Pasar Baru. Waktu yang sempurna untuk eksklusif makan dan sketching!




Soto Betawi Globe Pak Haji Oji. Lokasinya di trotoar ujung belakang Pasar Baru (bisa dilihat saja beliau Google Map jikalau mau). Saya pernah makan di sini beberapa tahun kemudian sama Mumun dan Ipink, dan waktu itu rasanya super enakkk! Sekarang? Masih enak, tapi nggak super, entah kenapa. Padahal aku lagi lapar banget lho, pas mulai makan tadi.

Tapi sebab sudah lapar banget itu, begitu soto dihidangkan aku eksklusif makan. Gambarnya belakangan, ngelirik mangkok orang lain yang masih makan saja, sambil dengerin musik dangdut yang diputar di kedai tenda itu, dan nguping percakapan dua wanita yang membahas ihwal video ‘pelakor’ yang lagi santer. Oh, betapa aku benci cap itu, sebab tak akan ada perselingkuhan jikalau si lakinya pun nggak mau. Lalu mereka ngobrol ihwal Derawan, dan salah satu dari mereka bertanya apakah Derawan itu gunung, dan temannya berkata Derawan itu laut, ada danaunya, dan rawa-rawa gitu kayak di Thailand. Okesip.



Anyway.

Gerimis yang sempat mengundang berhenti pas aku kelar menggambar soto. Saya berjalan sekitar lima menit ke arah menjauh dari Pasar Baru, ke Gereja Ayam. Bukan, ini bukan Gereja Ayam daerah Rangga nyepik ke Cinta, yang disinyalir ternyata itu yakni merpati. Ini Gereja GPIB Pniel yang di pucuk atapnya ada penunjuk arah angin berbentuk ayam. Entah kenapa. Bangunan gereja ini usinya sudah satu abad, dengan gaya arsitektur perpaduan Italia dan Portugis.

Waktu memasuki pekarangan gereja, aku ditanya petugas keamanan mau ngapain. Sungguh, kadang aku merasa abnormal sendiri jikalau ditanya begitu, sebab jawabannya ya cuma “mau menggambar”. Si bapak pun bingung, kemudian aku disuruh minta izin ke pegawai di kantor gereja. Sang ibu sekretaris eksklusif mengizinkan, dan katanya, “Kemaren-kemaren juga pernah ada yang menggambar di sini. Silakan, Mbak.” Hore!

Maka sekitar setengah jam kemudian (ini asumsi yang sungguh bernafsu sebab aku lupa lihat jam) jadilah gambar ini.



Ketika gambar hampir selesai, empat atau lima orang dari sekitar pekarangan gereja menghampiri aku satu-persatu.

“Wah, bagus! Sekolah lukis di mana?”
“Bagus. Tapi, kok, gerejanya nggak sampe bawah? Nggak lengkap, nih!”
“Ini pak SATPAMnya mana? Gambar dong Mbak, agar sah!”

Hahahahahaa… Reaksi-reaksi begini ini yang bikin aku makin bahagia menggambar eksklusif di lokasi. Macam-macam dan lucu-lucu aku komentar orang-orang, apalagi jikalau mereka nggak biasa melihat orang sketching. Seringnya sih aku melihat mereka itu bercanda, walaupun kadang kala kayaknya serius juga.

“Iya nih, kapan-kapan aku balik lagi deh, Pak. Gambar hingga bawah.”
“Iya, terus gambar aku juga, ya!”

Nggak ada habisnya! Kaprikornus aku ajak berfoto bareng aja ini bapak-bapak di Gereja Ayam.





Dari mereka, aku gres tahu bahwa beberapa kendaraan beroda empat pick-up yang diparkir di pekarangan gereja itu yakni kendaraan beroda empat sewaan. Entah bapak-bapak ini pemiliknya atau mereka jadi pengemudinya saja.

“Tadinya kita di luar-luar sini aja, tapi terus gereja kasih daerah parkir,” kata salah satu dari mereka.

Selesai dengan gereja, aku berpamitan dan berjalan lagi. Kali ini ke Jalan Pasar Baru, daerah segala jajanan berkumpul. Tapi yang aku cari-cari cuma satu: es potong! Dan akibat makan es potong rasa ketan hitam sambil jalan sepanjang lorong Passer Baroe, maka kelar sudah jalan-jalan aku di Pasar Baru hari ini.




Kapan-kapan sketching Jakarta serpihan mana lagi, ya?






Tidak ada komentar