Diarahin pose kalem dan sendu ala Instagram, karenanya kayak begini. |
Polkadot di mana-mana. Dari yang kecil hingga besar, dua dimensi hingga tiga dimensi, hitam putih hingga berwarna-warni, dan majemuk bentuk. Pemandangan ini aku lihat di Museum MACAN dikala menghadiri malam pembukaan pekan raya “Life Is the Heart of A Rainbow” tanggal 8 Mei lalu. Pameran ini menampilkan karya-karya Yayoi Kusama, seniman Jepang yang telah berkarier selama tujuh dekade secara internasional.
Saya mengetahui wacana Yayoi Kusama gres tahun lalu, dari Instagram teman-teman yang melihat pamerannya di Singapura. Kala itu aku hanya berpikir, “Oh, polkadot. Apa istimewanya, sih?”
Ternyata Yayoi banyak memakai polkadot untuk mengekspresikan halusinasi yang dialaminya waktu kecil. Ini akhir Yayoi yang berperasaan halus sempat mengalami tekanan akhir tidak didukung keluarganya untuk menjadi seniman, ditambah lagi tekanan dari kondisi Jepang sehabis pemboman di Hiroshima dan Nagasaki. Sebelum itupun ia merasa sanggup berkomunikasi dengan labu dari perkebunan milik keluarganya.
Polkadot warna-warni yang secara umum terlihat imut-imut itu ternyata merupakan verbal dari jiwa Yayoi yang terganggu.
Undangan untuk pembukaan pameran. |
Alur Pameran Yayoi Kusama di Museum MACAN
Begitu hingga di lantai pameran, kita disambut oleh “Great Gigantic Pumpkin”. Mungkin kau pernah melihat si labu raksasa di salah satu mal di Jakarta. Begitu masuk area pameran, kita akan melihat instalasi “Dots Obsession”. Salah satu bola kuning bertotol hitam di sini mempunyai jendela intip, yang di dalamnya terdapat kotak beling kecil dan di tengahnya terdapat bola kuning bertotol hitam. Kesannya ada banyak ruang dan bola kecil di dalam situ, padahal itu hanya refleksi dari cermin. Permainan optik ibarat ini yang aku sukai dari karya-karya Yayoi. Dan ada juga bola kuning yang sanggup kita masuki, isinya bola bola polkadot digantung, dikelilingi cermin.
Alur pekan raya bergulir ke instalasi “Narcissus Garden”. Bola-bola metalik ini merefleksikan diri kita sekaligus dalam jumlah banyak. Karya ini diciptakannya pada tahun 1966 untuk mengkritik komersialisasi seni yang semakin meningkat. Hmmm... Topik yang nggak ada habisnya dibahas hingga sekarang.
"Narcissus Garden". |
Dalamnya ibarat ini. |
Kalau ini, dilihat dari lubang intip pada bola yang lain. |
Lalu ada Early Works, lukisan-lukisan Yayoi dari masa awalnya berkarya. Nuansanya gelap dan terkesan suram. Lalu berlanjut Net Paintings dan ruangan khusus 18+ Body and Performance.
Di area “Experiments in Japan” kita sanggup melihat patung serbuk sari bunga (pollen, tapi aku lupa judulnya). Ini salah satu dari banyak karya Yayoi yang bertema bunga. Tapi jangan harap ada yang standar ala bunga-bunga anggun bermekaran di taman. Lalu masuk ke ruangan kuning bertotol hitam. Di sana ada kotak yang sanggup kita intip, di dalamnya ada ruang beling kecil dengan labu kuning bertotol hitam. Karya ini berjudul “The Spirits of the Pumpkins Descended into the Heavens” (foto paling atas diambil di ruangan itu). Wow, spiritual sekali.
Area Love Forever memajang lukisan-lukisan hitam putih dengan ukiran yang lebih variatif. Favorit aku di situ yakni permainan optik dan cahaya berjudul “I Want to Love on A Festival Night” di dalam kotak segi enam. Kotak ini mempunyai tiga lubang intip dengan ketinggian berbeda-beda. Saat mengintip, kita sanggup melihat wajah orang lain yang juga sedang mengintip. Saya suka karya ini alasannya yakni warna-warni lampunya hidup dan meriah, dan terasa agak psychedelic. Absurd sekaligus cerah dan cantik.
"I Want to Love on a Festival Night" |
Antrean mengintip. |
Melewati ruangan yang memutar video Yayoi Kusama menyanyikan lagu ciptaannya (yang liriknya depresif), kita akan hingga di instalasi yang mungkin paling populer: “Infinity Mirrored Room – Brilliance of the Souls”. Ruangan magis ini sudah pernah dipajang di Museum MACAN pada pekan raya sebelumnya, tapi waktu itu aku nggak masuk alasannya yakni malas mengantre usang – sanggup hingga 2 jam, lho! Kali ini aku cuma perlu mengantre nggak lebih dari 20 menit. Tapi tiap giliran hanya boleh untuk 2 orang, maksimal 20 detik di dalam sana. Bagi saya, rasanya butuh jauh lebih usang dari itu untuk sanggup menikmati karya tersebut secara maksimal. Makara penasaran, kapan ya sanggup ke sana lagi pas benar-benar sepi, semoga nggak ada antrean? (Dengan perkiraan bila nggak ada antrean berarti boleh usang di dalam.)
Lalu sampailah kita di area My Eternal Soul, seri lukisan Yayoi Kusama yang terbaru. Ia memulai seri ini di tahun 2009 dan masih berlangsung hingga kini. Masih ada sedikit unsur polkadot tapi lebih banyak variasi. Ada bentuk-bentuk ibarat sel darah di bawah miskroskop, bidang ibarat bingkai kotak, dan banyak bidang besar berwarna polos. Lukisan favorit aku di sini “Life Is the Heart of a Rainbow”, yang sekaligus menjadi tajuk dan poster pamerannya. Terus terperinci aku nggak tahu arti dari lukisan-lukisan ini. Saya gres sanggup mengapresiasinya secara visual saja. Warna, komposisi, dan dinamika bentuk lukisan favorit aku itu, ya, terasa pas saja di mata dan hati saya.
Sampai situ, pekan raya belum berakhir. Masih ada “Obliteration Room” di lantai atas, yang sanggup didatangi tanpa perlu tiket. Ruangan ini ibarat rumah, terdiri dari ruang tamu, ruang makan, dapur, dan kamar. Awalnya ruangan ini putih bersih. Setiap pengunjung diberikan selembar gambar tempel bulat-bulat dan berwarna-warni, yang bebas ditempelkan di mana saja. Ketika aku datang, bulatan warna-warni sudah ramai di dinding, meja, sofa, sepeda, dan semua benda di sana. Seperti arti dari tajuknya, yaitu ‘pemusnahan/penghancuran total’, seperti warna-warni tak beraturan ini lambat laun merusak dan menghilangkan ruang yang tadinya putih bersih.
Ruang infinity yang terkenal itu. |
Lukisan Yayoi Kusama yang paling aku sukai di pekan raya ini. |
Sebagian dari seri My Eternal Soul. |
Gambar tempel di wajah? Kenapa tidak? |
Berkunjung ke Pameran
Entah semenjak kapan berkunjung ke pekan raya seni menjadi gengsi tersendiri bagi banyak orang yang (ingin) eksis di Instagram. Karya seni, entah itu lukisan atau instalasi, sering jadi latar belakang foto Instagram. Kalau ada yang kece, beramai-ramai orang lain ikut foto di sana.
Saya penasaran. Karya-karya itu dijadikan latar foto alasannya yakni mereka memang menyukainya, atau sekadar alasannya yakni terlihat bagus sebagai latar?
Waktu aku ke MACAN beberapa bulan lalu, aku terganggu oleh beberapa pengunjung yang berfoto berulang kali di depan lukisan. Bagi saya, nggak ada salahnya berfoto dengan karya seni, apalagi bila nggak tidak boleh oleh museumnya. Tapi bila hingga menghalangi orang melihat karya tersebut secara utuh, ya jadi ganggu.
Itu museum seni, kawasan pengunjung menikmati dan mengapresiasi karya seni.
Bukan studio foto.
Area Net Paintings. |
Waktu pembukaan pekan raya Yayoi Kusama, pengunjung ramaaiii sekali, padahal gres terbuka untuk undangan. Melihat bahwa karya Yayoi sudah terkenal di Instagram selama ini, aku nggak berharap para pengunjungnya akan lebih banyak membisu dan mengapresiasi karya daripada berfoto-foto. Apalagi dengan jumlah orang sebanyak itu, ya, aku anggap saja ini memang program untuk ‘mempromosikan’ pekan raya yang akan dibuka.
Tapi ternyata suasana di "Obliteration Room" lebih parah dari yang aku bayangkan. Bukan saja ramai, tapi juga ada 1-2 kelompok anak muda yang entah kenapa berisiknya minta ampun. Entahlah. Apa jangan-jangan berisik dan chaos ini bab dari konsep "Obliteration Room"?
I could've mistaken this for a birthday party. |
Info & Tips ke Pameran Yayoi Kusama di Museum MACAN
- Pameran dibuka tanggal 12 Mei – 14 Juni dan 18 Juni – 9 September 2018.
- Harga tiket Rp100.000 / dewasa, Rp80.000 / anak, Rp90.000 / manula atau pelajar.
- Tersedia tur harian, tanpa bayaran tambahan. Mendengarkan info dari tur akan membantu kita mengapresiasi karya dengan lebih baik (kalau pemandunya cukup berwawasan), dan otomatis lebih menghargainya lebih dari sekadar latar foto. Jadwal tur di foto bawah ini.
- Tidak boleh memotret pakai lampu kilat, tongsis, atau tripod.
Boleh motret asalkan tidak mengganggu orang lain. |
- Dilarang bawa masakan dan minuman, tapi kau sanggup beli di sana. Ada 1/15 Coffee, Minute Maid Pulpy, dan di bawah ada Starbucks.
- Hargai pengunjung yang ingin melihat karya dengan utuh. Jangan berfoto-foto narsis terlalu usang di depan suatu karya.
- Jangan sentuh karya yang dipamerkan.
Taati peraturan di museum. Kalau mesti antre, ya antre. |
- Berbicaralah dengan lembut. Jangan berisik. Sulit bagi orang lain untuk menikmati karya di pekan raya dengan gangguan suara.
- Kalau harus bawa tas besar, titipkan di kawasan penitipan barang. Supaya nggak sengaja nyenggol karya dan merusaknya. Malas kan, bila harus ganti rugi?
Selamat menikmati pameran!
Patung 'pollen'. |
Salah satu karya bertema bunga, dari tahun 2016. |
Pojok suvenir yang menggemaskan. |
Tiket pekan raya sanggup dibeli online. |
Museum MACAN
AKR Tower, Level MM
Jl. Panjang no 5, Kebun Jeruk, Jakarta Barat 11530
Lihat lokasi di Google Map.
+62 21 2212 1888, info@museummacan.org.
Info lebih lanjut di museummacan.org
* Undangan ke pembukaan aku sanggup dari Minute Maid Pulpy, tapi ngeblog ini murni alasannya yakni harapan sendiri.
* Undangan ke pembukaan aku sanggup dari Minute Maid Pulpy, tapi ngeblog ini murni alasannya yakni harapan sendiri.
Tidak ada komentar