Pernah nggak, nonton film berbahasa absurd dengan teks bahasa absurd lainnya, padahal kau nggak ngerti kedua bahasa itu sedikitpun? Saya pernah, waktu nonton film The Hundred Year Old Man Who Climbed Out A Window And Disappeared di Athena. Awalnya aku dan Diyan menerka film itu berbahasa Inggris, jadi nggak problem bila teksnya berbahasa Yunani. Ternyata, ibarat novel aslinya, obrolan dalam film ini berbahasa Swedia. Waduh! Walhasil kami cuma sanggup menebak-nebak jalan ceritanya alasannya yaitu belum pernah pula membaca novelnya.
Selain alasannya yaitu insiden bahasa, ada lagi alasan yang menciptakan nonton di bioskop Dexameni ini menjadi salah satu pengalaman kami yang paling berkesan selama di Yunani. Waktu itu pertama kalinya kami menonton di bioskop terbuka alias open-aired cinema, yang bukan sekadar program pop-up atau layar tancap. Di Yunani sudah jamak bioskop terbuka beroperasi selama animo panas, bahkan di Athena saja ada beberapa pilihan bioskop.
Bioskop Dexameni terletak di area Kolonaki, yang belakangan gres aku tahu merupakan kawasan elite di Athena. Pantas, di sana banyak kafe stylish, suasananya tenang, tidak terlalu ramai, dan terasa upscale dari desain-desain gedungnya walaupun sederhana. Bioskopnya sendiri berada di ujung suatu jalan pemukiman, yang kala itu hanya boleh dilintasi pejalan kaki. Di luarnya terdapat beberapa set meja dingklik di tengah jalan, tempat orang-orang ngopi, ngebir, dan ngemil. Menaiki tangga, kami disambut loket permanen yang dijaga seorang ibu berambut cokelat, bergaris wajah tegas namun tak lupa tersenyum saat kami membeli tiket.
Pintu masuk Dexameni. |
Tempat jajan. |
Kongko di luar bioskop. |
Harga tiket waktu itu, tahun 2015, 7,5 euro. Di sebelah loket terdapat konter yang menjual makanan dan minuman dalam ruangan semi terbuka yang asri. Karena masih kenyang, kami pribadi masuk ke bioskop, menentukan tempat duduk; tiket bioskop tidak disertai nomor kursi. Walaupun posisi layar tinggi, aku tetap menentukan tempat duduk di formasi agak depan untuk meminimalkan kemungkinan pandangan aku terhalang kepala orang jangkung di depan.
Empat sisi bioskop itu berdinding, tapi tidak beratap. Pucuk-pucuk pepohonan menyembul di sekeliling bioskop, dan beberapa gedung tinggi nampak di latar belakang. Hampir sepanjang film diputar, bunyi klakson dan bawah umur kecil bermain di luar sanggup terdengar lamat-lamat dari dalam bioskop. Tapi suara-suara itu tidak hingga mengganggu, hanya menunjukan animo panas yang dinanti-nanti telah tiba.
Kami berusaha mengerti alur dongeng film sambil sesekali cekikikan menertawai kebodohan kami sendiri. Masih untung bahwa ada bab narasi berbahasa Inggris, dan bahwa banyak adegan yang cukup slapstik, sehingga kami tidak buta sepenuhnya.
Hari pertama di bulan Juni, masih sepi yang menonton. |
Asbak disediakan di beberapa meja kecil. |
Loket tiket bioskop. |
Novel The Hundred Year Old Man Who Climbed Out A Window And Disappeared karya Jonas Jonasson hasilnya aku baca tiga tahun kemudian dalam versi bahasa Inggris. Walaupun banyak orang yang bilang bahwa novel itu sangat lucu, entah kenapa aku jarang sekali tertawa saat membacanya. Bagi saya, lebih berkesan pengalaman nonton filmnya di Dexameni. Apalagi, itu yaitu malam terakhir kami di Yunani. Perjalanan dari bioskop kembali ke Airbnb naik kereta dan jalan kaki, rasanya ingin sekali kami lambat-lambatkan semoga masih usang berada di negeri itu.
Bisa baca nggak? Hehe. |
Note:
Tulisan ini tampaknya menjadi epilog dari seri blog post #HellasTrip alias catatan perjalanan aku dan Diyan selama sebulan di Yunani. Walaupun tersendat-sendat menyelesaikannya hingga 3 tahun dengan diselingi dongeng destinasi-destinasi lainnya, bahagia sekali aku hasilnya sanggup kelar.
Habis ini, aku bercerita perihal destinasi apa lagi, ya?
Tidak ada komentar