Pergi sekolah pakai celana baggy. |
Bukan, bukan buku Eat Pray Love ataupun On The Road yang menginspirasi aku untuk traveling. Bukan suatu buku yang punya imej keren, romantis atau apalah, tapi justru suatu buku yang mungkin banyak orang nggak tertarik untuk membaca.
Buku yang menawarkan aku ilham untuk keliling dunia tak lain ialah buku pelajaran sekolah. Saya lupa judul bukunya apa, kalau nggak salah "World Cultures" untuk mata pelajaran Social Studies (atau nama pelajarannya World Cultures? Ah, lupa, sudah terlalu lama). Pelajaran itu pula, termasuk buku dan cara gurunya menerangkan, yang pertama kali menciptakan aku menyukai pelajaran dari bidang IPS.
Waktu itu aku duduk di kelas 11, East Lansing High School. Sebagai anak culun yang pemalu, aku lebih banyak memerhatikan dan menyimak apa yang terjadi di kelas, selain mengkhayal. Ibu Guru, yang aku lupa namanya, kerap menjelaskan kejadian-kejadian sejarah yang ada di buku dengan contoh-contoh lucu.
"So when a Hindu sees a cockroach on the floor, he could be saying 'Hey, that could be Uncle Bob!' and doesn't kill it." Begitu caranya menjelaskan wacana reinkarnasi yang dipercaya umat Hindu, saat kami hingga pada pecahan wacana peradaban India.
Dari kelas ini pula aku berguru bahwa Yunani, Tiongkok, Mesir, dan India mempunyai peradaban tertua di dunia, dan menciptakan aku ingin melihat pribadi tempat-tempat ini walaupun sudah jauh lebih modern tentunya. Yunani sudah, Tiongkok gres aku datangi sedikit (Guangzhou dan Shenzhen), sedangkan Mesir dan India belum tahu kapan.
Anak-anak lain di kelas, yang Bahasa Inggrisnya jauh lebih lancar alasannya memang orisinil orang Amerika, lebih aktif daripada saya. Sering terjadi diskusi antara mereka dengan Ibu Guru. Dari mereka aku tahu bahwa ternyata orang Polandia punya stereotipe bodoh, entah kenapa. Namun saat pelajaran sudah memasuki bab-bab peperangan dan politik dunia, aku mulai kurang tertarik. Bab-bab sejarah budaya lebih menggelitik rasa ingin tau saya.
Buku pelajaran ini juga sangat menarik karena, menyerupai buku-buku pelajaran lainnya di sekolah Amerika Serikat, memuat banyak foto atau ilustrasi berwarna. Memang sih, bukunya sangat tebal dan berat, apalagi sampulnya hardcover. Cukup menyiksa membawanya pulang kalau sedang ada PR yang harus memakai buku itu. Lega rasanya kalau nggak ada PR, alasannya berarti aku dapat meninggalkannya saja di loker di sekolah.
Namun saat sudah waktunya aku pulang ke Indonesia, yaitu di final semester satu kelas 11, lebih berat lagi rasanya mengembalikan buku itu ke sekolah. Seharusnya dapat saja aku akal-akalan menghilangkannya, dan meminta uang ke Mama untuk menggantinya, tapi ternyata aku nggak tega melaksanakan hal selicik itu. Jadi, kini walaupun aku nggak punya buku itu lagi, punya fotonya juga nggak, aku cuma dapat mengenang bahwa buku itulah salah satu penyebab harapan aku traveling melihat dunia; buku yang bahkan judulnya saja aku nggak ingat dengan pasti.
Matahari belum bersinar, aku sudah siap menunggu bus sekolah. |
*Tema 28 Days Blogging Challenge ini ialah 'buku/film/lagu yang bikin kita pengen ke suatu tempat'. Selain buku ini bergotong-royong ada film-film yang menginspirasi, tapi rasanya buku ini lebih dulu menggelitik saya.
Tidak ada komentar