Menyesal Cuma Semalam Di Thessaloniki
Ha Njo Dolan
Rabu, 21 Maret 2018
“Hah? Sebulan? Yunani doang? Kenapa nggak ke negara lain juga?” Itu rata-rata respons orang ketika tahu durasi aku dan Diyan di Yunani. Yah, pengen sih ke semua negara di dunia ini, tapi juga pengen lihat banyak banget di Yunani. Sudah sebulan saja, berdasarkan aku masih kurang. Kami batal ke Zakhintos dan Pulau Lesbos alasannya rutenya terlalu menyimpang dari tujuan-tujuan utama lainnya, dan menyesal alasannya hanya menginap satu malam di Thessaloniki.
Thessaloniki yaitu kota besar di utara Yunani yang nggak menarik ketika kami browsing ketika menciptakan rencana perjalanan. Kami terpaksa ke Thessaloniki sebagai titik transit sebelum lanjut ke Meteora. Jadi, kami pikir satu malam saja cukup.
Sampai di hotel Aegeon sore hari, niatnya kami istirahat sejenak, tahu-tahu bablas tidur hingga pagi. Di hari kedua barulah kami coba-coba naik bus kota untuk mencari area pertokoan dan perkafean yang sempat aku lihat dari arah bandara. Kami sudah memelajari cara bayar karcis bus semenjak di Heraklion, tapi itu nggak cukup. Kami malah tersesat ke pasar sayur-mayur.
(Baca juga: Farmers market di Thessaloniki.)
Dari pasar, kami menebak-nebak lagi naik bus apa untuk ke pertokoan tersebut. Sulit untuk menanyakannya pada siapapun alasannya aku nggak tahu namanya dan deskripsi yang terlalu umum. Setelah tersesat ke sana kemari, balasannya kami memutuskan untuk kembali ke arah hotel. Di perjalanan itu justru kami menemukan tempat-tempat yang menarik dan kami spontan turun dari bus.
Area pertama entah apa namanya. Yang jelas, kami menemukan kedai yang cukup murah untuk makan siang. Dan, ah, aku sangat suka makan siang
al fresco di bersahabat taman. Kelar makan, kami bermaksud melanjutkan perjalanan naik bus kota. Tapi tertunda sebentar demi merasakan es krim pistachio yang ternyata sangat aku sukai alasannya rasanya dan alasannya namanya dalam bahasa Yunani:
fistiki. Gemas!
|
Es krim fistiki! |
|
Kios majalah daerah beli karcis bus kota. |
|
Al fresco lunch! |
Perhentian spontan kedua yaitu suatu jalan dengan formasi toko modern yang bersatu dengan apartemen dan perkantoran, menempati bangunan-bangunan yang agak ‘klasik’. Setelah belanja sedikit, kami berjalan sambil mereka-reka arah.
Sampailah kami di Aristotelous Square. Sebagian besar dari city square ini dibangun pada tahun 1950-an, dan hingga sekarang menjadi belahan terpenting kota Thessaloniki. Berbagai kejadian politik, perayaan Natal, hingga pameran film kerap diadakan di sini. Warga lokal maupun turis menyerupai kami banyak yang menghabiskan waktu di sini, apalagi ketika itu cuaca sedang ramah sekali.
Ngomong-ngomong ihwal ramah, aku mengalami hal kurang lezat di Aristotelous Square. Seorang laki-laki berkulit hitam menunjukkan gelang warna-warni pada saya. Ia bukan hanya menyapa dengan gombal, menyampaikan bahwa aku manis menyerupai foto model, tapi juga ‘ramah’ alias rajin menjamah – ia memaksa memakaikan gelang tersebut di tangan saya. Untung aku berhasil mengelak dan berjalan menjauhinya. (
Hal serupa dialami teman aku Clara di Paris.)
|
Aristotelous Square. |
|
Gantian foto sama turis lain. |
|
Remaja Thessaloniki. |
|
Banyak merek toko yang familiar. |
Kami nggak dapat lama-lama di lapangan itu alasannya sudah ada kegiatan bus di sore hari untuk ke Kalambaka. Kembali kami naik bus ke hotel,
packing, kemudian
ciao ke Macedonia Intercity Bus Station, meninggalkan Thessaloniki yang ternyata jauh lebih menarik dari yang kami kira. Masih ada White Tower, tembok Byzantium, gereja Agia Sophia, dan banyak lagi daerah bersejarah di sana yang belum kami kunjungi. Semoga masih ada lain kali.
Pernah nggak kau menyesal cuma menghabiskan waktu sebentar di destinasi yang ternyata menarik banget?
*
Tema ke-27 dalam 28 Days Blogging Challenge,
seperti setiap Senin, yaitu "destinasi".
|
Patung Aristotelous di 'square'-nya. |
|
Ada Chaplin di Thessaloniki! |
|
Jalanan Thessaloniki. |
|
White Tower di kejauhan sana. Maybe next time! |
Tidak ada komentar