Caci - tarian lelaki Manggarai satu sebagai penyerang dan satu lagi bertahan |
Diiringi dere, nyanyian tradisional serta tabuhan gong dan gendang dari para pendukung, seorang lelaki perkasa dengan gerakan bagai seekor kuda jantan berusaha memukul lawannya yang bertahan dengan perhatian penuh pada gerakan laki-laki yang mau menyerangnya.
Itulah citra umum tarian Caci yang senantiasa dimainkan para lelaki Manggarai ketika berlangsungnya pesta-pesta penting.
Itulah citra umum tarian Caci yang senantiasa dimainkan para lelaki Manggarai ketika berlangsungnya pesta-pesta penting.
Caci yaitu kombinasi antara tarian ( lomes ), nyanyian ( pantun ) serta seni memakai alat penyerang dan seni menghindari diri dari serangan lawan. Secara sederhana dan terkenal orang kebanyakan menyebut produk budaya ini sebagai tarian ketangkasan dalam menyerang lawan dan mempertahankan diri dari serangan lawan. Tarian ini sanggup saja menimbulkan rasa takut dan terkesan “kejam” bagi orang yang gres pertama kali menontonnya. Jelas tarian ini merupakan tarian aduan khusus para lelaki Manggarai yang sudah cukup umur dan dimainkan secara publik.
Alat Kelengkapan Tarian Cari
Celana putih dibalut songke dan kain warna-warni merupakan kostum penari caci |
Penari caci biasanya mengenakan celana panjang putih yang dibalut dengan kain tradisional songke sebatas lutut. Sebagai ikat pinggang dikenakan sapu tangan warna warni dan dipasang seuntai gandulan di bokong. Di pinggang potongan belakang ( antara lilitan songke dan celana dipasang sebuah tongkat aksesoris lain lalong denki, yaitu hiasan yang dilapisi bulu ekor kuda.
Sedangkan tubuh dan tangan dibiarkan telanjang. Di kepala dikenakan panggal, yaitu sejenis topeng khas berbentuk kepala dan tanduk kerbau yang dihiasi kain warna-warna. Panggal yang terbuat dari kulit kerbau yang sudah kering ini dikenakan di kening sehabis sebagian besar muka dililit dengan kain panjang.
Panggal, aksosir berbentuk muka dan tanduk kerbau |
Nggiling-perisai dari kulit kerbau dan agang, alat penangkis serangan Caci |
Sedangkan ta’ang atau orang yang menerima giliran untuk bertahan atau diserang memperlengkapi diri dengan nggiling, sebuah perisai berbentuk lingkaran yang juga terbuat dari kulit kerbau yang dilengkapi gagang dalam sebagai pemegang di tangan yang satu. Sementara itu di tangan yang lain, ta’ang memegang agang atau tereng, yaitu alat penangkis yang terbuat dari bambu kecil dan rotan yang berjalin dan dibuat melengkung setengah busur.
Pementasan Tarian Caci
Tari Tandak sebagai ajang pemanasan Tari Caci |
Sebelum tarian Caci dimulai, dipentaskan satu tarian pembuka, yaitu tari danding atau tandak. Tarian yang dibawakan oleh para lelaki dan wanita ini dimaksudkan sebagai “ajang pemanasan” sebelum tarian caci dipentaskan. Namun ajang pemanasan ini bukan hanya bagi para penari Caci tetapi semua yang terlibat dalam program itu. Tarian yang memadukan antara gerak dan lirik ini bertujuan untuk meningkatkan adrenalin para petarung Caci dan euforia penonton, pendukung masing-masing kelompok. Untuk menambah semarak, moke atau minuman dengan kadar alkohol tinggi yang menjadi kekhasan bagi semua suku Flores termasuk Manggarai juga dihidangkan.
Untaian giring-giring di bokong penari caci |
Sementara kumpulan besar menyanyi dan menari, para penari Caci melakukan pemanasan di kawasan yang akan dijadikan kawasan pementasan tari Caci dengan melaksanakan gerakan-gerakan serupa gerakan kuda jantan yang gagah dan perkasa.
Penari lain menunggu giliran bermain Caci |
Walaupun tarian caci yaitu tari ketangkasan menyerang dan menangkis yang dilakukan satu lawan satu, namun sebenarnya tarian ini yaitu tarian kelompok yang dipentaskan secara berurutan dari orang pertama sampai orang terakhir. Kelompok pertama yaitu ata one, yaitu tuan rumah sedangkan kelompok lain adalah ata pe’ang, yaitu kelompok dari kampung lain sebagai meka landang atau tamu penantang. Pembedaan ini dibuat untuk memperkuat perasaan in-group dan lawan dilihat sebagai out-group, yaitu “mereka” yang harus dikalahkan.
Perasaan in-group muncul ketika menghadapi out-group / ata pe'ang |
Perasaan in-group dan out-group itu semakin mengemuka ketika caci dipentaskan. Namun perasaan ini diciptakan sebatas “kompetisi” Caci itu sendiri. Sambil terus menghidupkan suasana dengan iringan dere atau nyanyian serta tabuhan gong dan gendang, satu orang dari masing-masing kelompok menuju arena tarian untuk beradu taktik dan kekuatan demi nama baik kelompok dan pribadi. Mereka akan menari sebagai pihak yang menyerang dan yang bertahan kemudian kemudian berganti posisi; yang tadinya menyerang kini bertahan dan yang tadinya bertahan kini bertindak sebagai penyerang.
Lomes atau kelincahan gerakan yaitu seni mempertontonkan kehebatan dan keluwesan gerak tubuh dalam memperdaya pihak yang diserang atau mengelabui pihak yang menyerang. Lewat lomes ini, pihak penyerang berusaha menyerang dan mencambuk lawannya di potongan lengan, punggung dan belakang, serta perut dan dada. Sementara pihak yang diserang akan mengambil posisi bertahan dengan mengarahkan perhatian penuh pada gerakan laki-laki yang mau menyerangnya. Dia harus menangkis atau menghindari serangan dari pihak penyerang dengan perisai dan busur yang ia pegang di masing-masing tangan dengan gerakan yang lomes pula.
Mata, simbol kehormatan dalam Caci dilarang terkena larik. |
Apabila kurang lincah mengelak, dipastikan cemeti penyerang akan melukai tubuh sampai berdarah. Bila pihak yang bertahan terkena cambuk pada matanya maka ia dinyatakan beke atau kalah. Pasangan itu harus keluar dari arena dan digantikan oleh pasangan penari lainnya.
Nilai-Nilai Filosofis di Balik Tarian Caci
Luka akhir sabetan lempa bukan simbol masochisme a la dunia modern |
Orang luar Manggarai mungkin akan menilai tarian Caci ini sebagai tarian yang sadis, masochis dan kejam. Tetapi bagi orang Manggarai tarian ini penuh dengan nilai-nilai luhur.
Caci sendiri berasal dari dua kata yaitu 'ca', artinya satu dan 'ci', artinya uji. Kaprikornus tarian Cacai yaitu tarian melatih dan menguji ketangkasan satu lawan satu. Pada zaman sebelum Gereja Kristen masuk tanah Manggarai, sering terjadi perang antar sub suku atau antar kampung. Motif peperangan sanggup macam-macam; mulai dari perebutan wilayah, duduk kasus moral atau harga diri suku yang dilecehkan. Itulah sebabnya campang atau kampung orang Manggarai selalu dibangun di atas bukit.
Ekspresi pujian pemain yang luka mengatakan nilai lain di balik Caci |
Dalam konteks peperangan ini, tarian Caci yaitu media pembinaan ketangkasan berperang dan pembinaan mental untuk tidak gentar terhadap lawan. Bila terjadi perang antar suku, nyali sudah teruji dan siap berperang tanpa rasa takut pada suku lain. Itulah sebabnya, cukup umur ini ketika perang antar kampung tidak laris lagi, luka akhir sabetan lempa pada larik dan bekas yang ditimbulkannya meninggalkan rasa bangga. Mereka gembira lantaran proses inisiasi sebagai lelaki cukup umur Manggarai telah mereka lewati.
Caci yaitu ujian kelompok mana yang benar dan mana yang salah. |
Namun, sanggup saja sebuah duduk kasus diselesaikan secara secara gentle. Artinya, muncul komitmen bersama untuk tidak ada perang. Tetapi masalah itu harus diselesaikan di arena Caci. Itulah sebabnya sebelum tarian caci, dimadahkan nyanyian kelong untuk memanggil arwah leluhur. Pada arena Caci inilah, mereka percaya – berkat kehadiran arwah nenek moyang, akan terbukti suatu kebenaran secara sah; siapa yang salah dan siapa yang benar. Dewasa ini, sifat gentle inilah yang membuat mereka yang menang tidak merasa sombong dan yang kalah tidak merasa malu.
Kerbau, hewan pekerja keras dan sahabat insan |
Konon, tarian Caci ini berasal dari cerita dua abang beradik dan kerbau peliharaan mereka. Ketika melewati padang rumput yang maha luas, si adik terperosok ke dalam sebuah lubang yang dalam. Sang abang berusaha dengan segala cara membantu adiknya namun semuanya sia-sia. Sang abang berkesimpulan adiknya hanya mungkin diselamatkan kalau ada tali. Namun ketika itu tidak ada tali padanya. Sang abang berpaling pada kerbau kesayangan mereka yang hanya berdiri membisu seolah turut berempati pada kesedihan sang kakak. Untuk keselamatan adiknya, sang abang akibatnya mengorbankan kerbau kesayangan mereka. Kerbau itu dibunuh dengan kegalauan yang dalam biar kulitnya dijadikan tali. Dengan tali dari kulit kerbau kesayangan itulah akibatnya sang adik sanggup diselamatkan. Konon, untuk mengenang insiden sacrifice itu, diciptakanlah tarian caci. Bukan tanpa maksud kalau sebagian besar perlengkapan Caci berasal dari kulit kerbau yang dikeringkan.
Kisah pengorbanan ini mengajarkan orang Manggarai bahwa dalam situasi dilematis, diperlukan sebuah pengorbanan. Namun pengorbanan itu akan mendatangkan kebaikan. Pengorbanan itu harus selalu dikenang untuk menumbuhkan perilaku altruisme. Untuk mencapai apa yang dicintai mesti ada pengorbanan.
Lomes yaitu gerakan menyerupai kuda janjan beradu kekuatan |
Gerakan lomes menyerupai kuda jantan berjingkrak dan perilaku sigap memperhatikan gerakan penyerang serta topeng kulit kerbau bukan pula tanpa maksud. Semuanya itu mempersentasikan suatu harapan. Sebagai lelaki, orang Manggarai harus gagah menyerupai kuda pacuan dalam memperjuangkan sesauatu serta berpengaruh dan giat menyerupai kerbau dalam mempertahankan suatu kebaikan.
Musim Pementasan
Caci, salah satu aset berharga pariwisata Flores, Manggarai khususnya |
Bila Anda ke Manggarai jangan lupa menyaksikan tarian ini. Tarian Caci dimainkan hampir di seluruh kampung di Manggarai. Tarian ini biasanya dipentaskan pada pesta Hang Woja ( musim panen ) atau Penti ( pesta Tahun Baru Manggarai ) setiap tahun sekitar bulan Juli – Oktober.
Anda sanggup menanyakan pada local guide entah di Labuan Bajo atau di Ruteng. Mereka niscaya akan mengatakan kepada Anda dengan bahagia hati. Akhirnya selamat menikmati.
Sumber: Dari banyak sekali sumber
Sumber https://pariwisata-tourisme-flores.blogspot.com
Tidak ada komentar